Sunday, August 30, 2015

Jaminan Pelaksanaan dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Definienda: Jaminan Pelaksanaan merupakan jaminan atas kesanggupan principal untuk melaksanakan pekerjaan secara fisik sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak. Besarnya nilai jaminan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak, biasanya sebesar 5% (lima persen) s.d. 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak dengan periode jaminan sesuai dengan jangka waktu kontrak.

Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa membutuhkan Jaminan Pelaksanaan untuk menjamin agar pelaksanaan kontrak dapat diselesaikan dengan baik. Jaminan pelaksanaan yang dipersyaratkan adalah sebesar 5% dari kontrak bila kontraknya lebih dari atau sama dengan 80% HPS (Harga Perkiraan Sendiri). Tetapi jika kontraknya kurang dari 80% HPS maka Jaminan pelaksanaannya harus 5% dari HPS nya.
indotrading.com

Jaminan Pelaksanaan harus diberikan oleh penyedia ketika akan ditandatanganinya kontrak pengadaan barang/jasa. Pejabat Pembuat Komitmen tidak akan tandatangan kontrak bila jaminan penawaran belum diberikan penyedia. Jaminan pelaksanaan dapat dikeluarkan oleh bank umum, asuransi, atau penerbit jaminan, tetapi PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) lebih menyukai jaminan dari bank umum.

Jaminan pelaksanaan akan dicairkan jika penyedia melanggar persyaratan di dalam kontrak pengadaan barang jasa atau adanya wanprestasi. Jaminan penlaksanaan harus dapat dicairkan dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak dikeluarkannya surat permintaan pencairan dari PPK. Atau apabila terjadi keterlambatan maka jumlah denda tidak boleh melebih dari nilai jaminan pelaksanaan sebesar 5%.

Jaminan Pelaksanaan akan dikembalikan kepada Penyedia apabila pelaksanaan pekerjaan telah mencapai 100% dan diganti dengan jaminan pemeliharaan ketika pekerjaan masuk ke dalam masa pemeliharaan pekerjaan. Sehingga jangka waktu jaminan pelaksanaan adalah harus mengcover masa pelaksanaan pengadaan barang jasa ditambah dengan 14 hari untuk proses administrasi. Misalkan kalau masa pelaksanaan pekerjaan pengadaan itu adalah 90 hari dalam kontrak, maka masa jaminan pelaksanaan adalah 104 hari.

Thursday, August 27, 2015

Teori Basis Ekonomi

Definienda: Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008). Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005). 

Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Charles Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. 

Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan. Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2007).

Analisis LQ digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dari segi produksinya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kegiatan basis dan bukan basis, diantaranya adalah teknik Location Quotient (LQ) yang diperkenalkan oleh Charles Tiebout. Pendekatan ini sering digunakan untuk mengukur basis ekonomi. Dalam teknik LQ pengukuran dari kegiatan ekonomi secara relatif berdasarkan nilai tambah bruto atau tenaga kerja. Analisis LQ juga dapat digunakan untuk menetukan komoditas unggulan
dari sisi produksinya. 

Asumsi yang digunakan dalam teknik ini adalah semua penduduk disetiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat regional/nasional (pola permintaan secara geografis sama), produktivitas tenaga kerja, dan setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor (Arsyad,
1999). Pendekatan LQ mempunyai dua kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang antara).
  2. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui kecendrungan.

Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditi tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan (Tarigan, 2005).

Menurut Glasson (1974), semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume sektor non basis.

bumn.go.id
Glasson juga menyarankan untuk menggunakan metode location quotient dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan melakukan survey langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dilakukan untuk menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang cukup besar.

Oleh karena itu, maka sebagian pakar ekonomi menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yaitu metode Arbriter, dilakukan dengan cara membagi secara langsung kegiatan perekonomian ke dalam kategori ekspor dan non ekspor tanpa melakukan penelitian secara spesifik di tingkat lokal. Metode ini tidak memperhitungkan kenyataan bahwa dalam kegiatan ekonomi terdapat kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang yang sebagian diekspor atau dijual, metode Location Quotient (LQ) merupakan suatu alat analisa untuk melihat peranan suatu sektor tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam wilayah yang lebih luas, dan metode kebutuhan minimum metode ini sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregasi. disagregasi yang terlalu terperinci dapat mengakibatkan hampir semua sektor menjadi basis atau ekspor.

Dari ketiga metode tersebut Glasson (1977) menyarankan metode LQ dalam menentukan sektor basis. Richardson (1977) menyatakan bahwa teknik LQ adalah yang paling lazim digunakan dalam studi-studi basis empirik. Asumsinya adalah jika suatu daerah lebih berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang tertentu, maka wilayah tersebut mengekspor barang tersebut sesuai dengan tingkat spesialisasinya dalam memproduksi barang tersebut.

Bacaan:


Glasson, John. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul   Sitohang. Jakarta: LPFEUI.
Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE, Yogyakarta.
Richardson, Harry. 1973. Dasar-Dasar Ekonomi Regional. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Tarigan, Robinson, 2003. Ekonomi Regional, Medan: Bumi Aksara.

………………….., 2007. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, PT. Bumi Aksara,Cetakan Keempat, Jakarta.

Wednesday, August 26, 2015

Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa dengan Swakelola

Definienda: Swakelola  adalah  kegiatan  Pengadaan  Barang/Jasa  dimana pekerjaannya
Pengadaan.org
direncanakan,  dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh  K/L/D/I   sebagai   penanggung   jawab  anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat 
(Pasal 26 Perpres 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perpres 70 Tahun 2012, dan iubah terakhir kalinya dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015)

Pengadaan Barang dan Jasa dengan Swakelola terdiri dari 3 jenis atau tipe, yakni:
1. Swakelola oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran
2. Swakelola oleh Instansi Pemerintah Lain (IPL)
3. Swakelola oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas)

Tipe I Swakelola oleh K/L/D/I sebagai Penanggung Jawab Anggaran

Swakelola Tipe 1 dilaksanakan apabila pekerjaan yang akan diswakelolakan merupakan tugas dan fungsi dari K/L/D/I yang bersangkutan. Misalnya Dinas PU dan Perumahan melaksanakan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan, Dinas Kesehatan menyelenggarakan penyuluhan bagi bidan desa, dsb.

Tipe II Swakelola oleh Instansi Pemerintah Lain (IPL)

Swakelola tipe II ini dipilih apabila ada Instansi Pemerintah Lain (IPL) yang secara keahlian teknis lebih menguasai dari pada SKPD berada. Contoh; Bappeda bekerjasama dengan BPS (Biro Pusat Statistik) untuk pekerjaan penyusunan Daerah Dalam Angka (BPS lebih ahli dalam masalah pengolahan data statistik), Kajian Pengembangan Wilayah Pesisir Pulau Bangka terjalin kerjasama Bappeda dengan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang (Jurusan PWK Undip lebih kompeten tentang kajian pengembangan wilayah), dsb

Tipe III Swakelola oleh Kelompok Masyarakat 

Swakelola tipe III, dipilih apabila dalam pekerjaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat atau untuk kepentingan langsung masyarakat dengan melibatkan masyarakat yang dianggap mampu melaksanakannya, sebagai contoh: Kegiatan perbaikan saluran air (drainase) di desa, pekerjaan pemeliharaan jamban/WC Umum, dan contoh-contoh pekerjaan sederhana lainnya.

Jenis Pekerjaan yang Dapat Dilakukan secara Swakelola?

Ketika Saudara para Kepala SKPD (PA/KPA) mendapati rencana suatu pekerjaan, apabila termasuk ke dalam salah satu kriteria pekerjaan di bawah ini, maka dapat dilakukan dengan cara swakelola, yakni:
  1. Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia , serta sesuai dengan tugas dan fungsi K/L/D/I;
  2. Pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat atau dikelola oleh K/L/D/I ;
  3. Pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa;
  4. Pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar;
  5. Penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
  6. Pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa;
  7. Pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;
  8. Pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan;
  9. Pekerjaan Industri kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri;
  10. Penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau
  11. Pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri.

Perpres 54/2010
Perpres 70/2012
Perpres 4/2015

Wednesday, July 22, 2015

Pembangunan adalah

DefiniendaPembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994).


Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Siagian (2004), pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.
Ginanjar Kartasasmita (2007) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah ber­kembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pen­dahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan­jutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me­menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).

Saturday, June 6, 2015

Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Pertisipasi Murni (APM)

Definienda: Bagi orang yang berkecimpung dengan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan khususnya pendidikan, tentu istilah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) sudah tidak asing lagi.

APK, Pengertian dan Kegunaannya

Secara konseptual, APK adalah proporsi anak sekolah aktif pada suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap penduduk pada kelompok usia sekolah tertentu. Sejak tahun 2007 Pendidikan Non Formal (Paket A, Paket B, dan Paket C) turut diperhitungkan. Tujuan mengukur APK adalah untuk menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum pada suatu tingkat pendidikan di suatu wilayah/negara.

Rumusan Penghitungan APK
APK yang tinggi tentu menunjukkan tingginya tingkat partisipasi sekolah, tanpa memperhatikan ketepatan usia sekolah pada jenjang pendidikannya. Jika nilai APK mendekati atau lebih dari 100 persen menunjukkan bahwa ada penduduk yang sekolah belum mencukupi umur dan atau melebihi umur yang seharusnya. Selain itu juga dapat menunjukkan bahwa wilayah/negara tersebut mampu menampung penduduk usia sekolah lebih dari target yang sesungguhnya.

APM, Pengertian dan Kegunaannya


APM adalah proporsi penduduk pada kelompok usia jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut. Sejak tahun 2007, Pendidikan Non Formal (Paket A, Paket B, dan Paket C) turut diperhitungkan. Sedangkan kegunaan atau tujuan pengukuran APM adalah untuk mengukur daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. 
Rumus Penghitungan APM

APM menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai pada jenjang pendidikannya. Jika APM = 100, berarti seluruh anak usia sekolah dapat bersekolah tepat waktu.

Jika demikian maka sesungguhnya keberhasilan pelayanan pendidikan di suatu wilayah/negara dilihat dari indikator Angka Partisipasi Murni (APM).

Monday, June 1, 2015

As Built Drawing dan Shop Drawing

Definienda: Terdapat dua terminologi dalam Dokumen Gambar pada pekerjaan kontruksi. Pertama As Built Drawing dan Shop Drawing. Apa perbedaan keduanya?

1. Penerbit 
Gambar Shop Drawing diterbitkan oleh perencana/desainer bangunan yang dibangun, baik
perorangan maupun badan usaha. Gambar-gambar yang tersaji dalam 1 jilid/bundel, kadangkala disertai dengan soft copy (gambar dengan program aplikasi tertentu seperti AutoCad, dsb). Sedangkan gambar As Built Drawing dibuat oleh kontraktor/pelaksana pembuat bangunan, juga bisa perorangan ataupun perusahaan kontraktor bangunan.

2. Subtansi 
Gambar Shop Drawing adalah gambar detail dan menyeluruh dari bangunan yang akan dikerjakan (gambar panduan pelaksanaan) oleh pelaksana (penyedia jasa konstruksi) dengan tujuan bangunan yang akan dibangun akan sama/sesuai dengan tujuan atau maksud pengguna. 


Sedangkan gambar As Built Drawing adalah gambar koreksi, perbaikan, revisi, dari gambar pelaksanaan yang ada (Shop Drawing), dikarenakan adanya permasalahan di proyek pada saat bangunan dikerjakan. Juga menerangkan pihak mana saja yang ikut mengerjakan proyek yang dibangun, seperti: para sub kontraktor, supplier, dll yang turut andil dalam pembangunan proyek. Dengan kata lain, As Built Drawing adalah gambar yang menunjukkan hasil pelaksanaan proyek/pekerjaan kontruksi yang sudah dikerjakan oleh penyedia baik menurut shop drawing dan perubahan-perubahannya (CCO).

3. Waktu
As Built Drawing adalah cukup sederhana, yaitu gambar yang dibuat sesuai kondisi terbangun di lapangan yang telah mengadopsi semua perubahan yang terjadi (spesifikasi dan gambar) selama proses konstruksi yang menunjukkan dimensi, geometri, dan lokasi yang aktual atas semua elemen proyek. Tujuan gambar ini adalah sebagai pedoman pengoperasian bangunan yang dibuat dari shop drawing dimana telah mengadopsi perubahan yang dilakukan pada saat konstruksi dimana perubahan tersebut ditandai secara khusus. As Built Drawing dibuat oleh kontraktor dengan persetujuan Pengguna Jasa/Owner melalui proses cek oleh konsultan pengawas. Shop drawing dibuat sebelum bangunan dikerjakan, sedangkan as built drawing dibuat setelah pekerjaan dilaksanakan. Oleh karena itu as built drawing adalah laporan hasil pelaksanaan pekerjaan oleh penyedia/pelaksana pekerjaan kontruksi.