Showing posts with label Uncategorized. Show all posts
Showing posts with label Uncategorized. Show all posts

Wednesday, September 9, 2015

Nadia Rahmawati, dkk #2: Tes Intelegensi, Kapan Dimulai

Definienda: Dari beberapa literatur, sejarah uji intelegensi atau kecerdasan pada awalnya telah dipraktekan di Kekaisaran Tiongkok sejak sebelum dinasti Han, yang dilakukan oleh seorang Jenderal di Kekaisaran Tiongkok, untuk menguji rakyat sipil yang ingin menjadi anggota legislatif berdasarkan pengetahuan menulis klasik, persoalan administratif dan manajerial.
kebumenmuda.com

Kemudian dilanjutkan sampai pada masa dinasti Han (200 SM- 200 M), namun seleksi ini tidak lagi untuk legislatif saja, tetapi mulai merambah pada bidang militer, perpajakan, pertanian, dan geografi. Meskipun diawali dengan sedikit mencontoh pada seleksi militer perancis dan Inggris. Sistem ujian telah disusun dan berisi aktivitas yang berbeda, seperti tinggal dalam sehari semalam dalam kabin untuk menulis artikel atau puisi, hanya  1% sampai dengan 7% yang diijinkan ikut ambil bagian pada ujian tahap kedua yang berakhir dalam tiga hari tiga malam. Menurut Gregory (1992), seleksi ini keras namun dapat memilih orang yang mewakili karakter orang Tiongkok yang kompleks. Tugas-tugas militer yang berat cukup dapat dilakukan dengan baik oleh para pegawai yang diterima dalam seleksi fisik dan psikologi yang intensif
Tokoh-tokoh yang berperan antara lain adalah Wundt. Beliau merupakan psikolog pertama yang menggunakan laboratorium dengan penelitiannya mengukur kecepatan berpikir. Wundt mengembangkan sebuah alat untuk menilai perbedaan dalam kecepatan berpikir. Sedangkan Cattel (1890) menemukan tes mental pertama kali. Yang memfokuskan pada tidak dapatnya membedakan antara energi mental dan energi jasmani. Meskipun Pada dasarnya tes mental temuan Cattel ini hampir sama dengan temuan Galton.

Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah Alfred Binet. Selain kontribusi nyata pribadi beliau dengan menciptakan tes intelegensi, beliau juga bekerja sama dengan Simon (1904) untuk membuat instrumen pengukur intelegensi dengan skala pengukuran level umum pada soal- soal mengenai kehidupan sehari- hari. Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini mengembangkan penggunaan tes intelegensi dengan tiga puluh items pertanyaan yang berfungsi mengidentifikasikan kemampuan integensi seseorang. Tahun 1912, Binet dan Simon membagi mental age dengan cronological age sehingga muncul konsep Intelegence Quotient (IQ).

Tokoh selanjutnya yang cukup berperan adalah Spearman dan Persun, dengan menemukan perhitungan korelasi statistik. Perkembangan selanjutnya dibuatlah suatu standar internasional yang dibuat di Amerika Serikat berjudul “Standards for Psychological and Educational Test” yang digunakan sampai sekarang. Kini tes psikologi semakin mudah, praktis, dan matematis dengan berbagai macam variasinya namun tanpa meninggalkan pedoman klasiknya. Psikodiagnostik adalah sejarah utama dari tes psikologi atau yang juga disebut psikometri. 


Penulis:
Nadia Rahmawati, 
Ajeng Septiana W. 
Riris Setya Rini, 
Iwan Budi Santoso,  dan 
Nisa Ulil Armina

Nadia Rahmawati, dkk #1: Kecerdasan

Definienda: Menurut pendekatan psikometris, kecerdasan dianggap sebagai sifat psikologis yang berbeda pada setiap individu. Kecerdasan bersifat dapat diperkirakan (can be estimated) dan diklasifikasikan berdasarkan hasil uji intelegensi.

Alfred Binet yang dikenal sebagai seorang psikolog dan juga pengacara (ahli hukum) dan dianggap telah mengembangkan pengukuran intelegensi yang pertama kali mengatakan kecerdasan adalah kemampuan yang terdiri dari tiga komponen:

Alfred Binet bersama dengan Theophile Simon mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan yang terdiri dari 3 komponen, yaitu :
  1. kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan,
  2. kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan, dan
  3. kemampuan untuk mengeritik diri sendiri atau melakukan autocriticism 

Menurut Binet kecerdasan atau sering disebut intelegensi merupakan sesuatu yang fungsional sehingga tingkat perkembangan individu dapat diamati dan dinilai berdasarkan kriteria tertentu. Apakah seseorang cukup cerdas atau tidak, dapat dinilai berdasarkan pengamatan terhadap cara dan kemampuan sesorang melakukan tindakan dan kemampuan mengubah arah tindakan apabila dibutuhkan.

kebumenmuda.com
Hasil karya terbesar dari Alfred Binet di bidang psikologi adalah apa yang sekarang ini dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Intelegensi menurut Alfred Binet merupakan lebih dari sekedar jumlah fungsi yang mandiri, oleh karena itu tingkah laku yang dianggap intelegen hendaknya dimiliki berdasarkan pada aktivitas-aktivitas yang menggabungkan berbagai macam ite. Binet berpendapat bahwa tingkat intelegensi dapat dibuktikan dari tanggapan orang-orang pada semua umur terhadap situasi yang ada dilingkungan sekitarnya. 

Dalam perkembangannya, Binet dengan rekan sejabatnya Theophile Simon mengembangkan suatu metode yang  membedakan intelegensi anak normal dengan anak lemah pikir yang dikenal dengan tes Binet-Simon. Kemudian Tes Binet direvisi pada tahun 1916 di standford university menjadi tes Stanford Binet, ini bertujuan untuk dapat digunakan (khususnya) di Amerika Serikat pada waktu itu. 


Penulis:
Nadia Rahmawati, 
Ajeng Septiana W. 
Riris Setya Rini, 
Iwan Budi Santoso,  dan 
Nisa Ulil Armina

Sunday, August 30, 2015

Jaminan Pelaksanaan dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Definienda: Jaminan Pelaksanaan merupakan jaminan atas kesanggupan principal untuk melaksanakan pekerjaan secara fisik sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak. Besarnya nilai jaminan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak, biasanya sebesar 5% (lima persen) s.d. 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak dengan periode jaminan sesuai dengan jangka waktu kontrak.

Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa membutuhkan Jaminan Pelaksanaan untuk menjamin agar pelaksanaan kontrak dapat diselesaikan dengan baik. Jaminan pelaksanaan yang dipersyaratkan adalah sebesar 5% dari kontrak bila kontraknya lebih dari atau sama dengan 80% HPS (Harga Perkiraan Sendiri). Tetapi jika kontraknya kurang dari 80% HPS maka Jaminan pelaksanaannya harus 5% dari HPS nya.
indotrading.com

Jaminan Pelaksanaan harus diberikan oleh penyedia ketika akan ditandatanganinya kontrak pengadaan barang/jasa. Pejabat Pembuat Komitmen tidak akan tandatangan kontrak bila jaminan penawaran belum diberikan penyedia. Jaminan pelaksanaan dapat dikeluarkan oleh bank umum, asuransi, atau penerbit jaminan, tetapi PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) lebih menyukai jaminan dari bank umum.

Jaminan pelaksanaan akan dicairkan jika penyedia melanggar persyaratan di dalam kontrak pengadaan barang jasa atau adanya wanprestasi. Jaminan penlaksanaan harus dapat dicairkan dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak dikeluarkannya surat permintaan pencairan dari PPK. Atau apabila terjadi keterlambatan maka jumlah denda tidak boleh melebih dari nilai jaminan pelaksanaan sebesar 5%.

Jaminan Pelaksanaan akan dikembalikan kepada Penyedia apabila pelaksanaan pekerjaan telah mencapai 100% dan diganti dengan jaminan pemeliharaan ketika pekerjaan masuk ke dalam masa pemeliharaan pekerjaan. Sehingga jangka waktu jaminan pelaksanaan adalah harus mengcover masa pelaksanaan pengadaan barang jasa ditambah dengan 14 hari untuk proses administrasi. Misalkan kalau masa pelaksanaan pekerjaan pengadaan itu adalah 90 hari dalam kontrak, maka masa jaminan pelaksanaan adalah 104 hari.

Wednesday, August 26, 2015

Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa dengan Swakelola

Definienda: Swakelola  adalah  kegiatan  Pengadaan  Barang/Jasa  dimana pekerjaannya
Pengadaan.org
direncanakan,  dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh  K/L/D/I   sebagai   penanggung   jawab  anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat 
(Pasal 26 Perpres 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perpres 70 Tahun 2012, dan iubah terakhir kalinya dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015)

Pengadaan Barang dan Jasa dengan Swakelola terdiri dari 3 jenis atau tipe, yakni:
1. Swakelola oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran
2. Swakelola oleh Instansi Pemerintah Lain (IPL)
3. Swakelola oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas)

Tipe I Swakelola oleh K/L/D/I sebagai Penanggung Jawab Anggaran

Swakelola Tipe 1 dilaksanakan apabila pekerjaan yang akan diswakelolakan merupakan tugas dan fungsi dari K/L/D/I yang bersangkutan. Misalnya Dinas PU dan Perumahan melaksanakan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan, Dinas Kesehatan menyelenggarakan penyuluhan bagi bidan desa, dsb.

Tipe II Swakelola oleh Instansi Pemerintah Lain (IPL)

Swakelola tipe II ini dipilih apabila ada Instansi Pemerintah Lain (IPL) yang secara keahlian teknis lebih menguasai dari pada SKPD berada. Contoh; Bappeda bekerjasama dengan BPS (Biro Pusat Statistik) untuk pekerjaan penyusunan Daerah Dalam Angka (BPS lebih ahli dalam masalah pengolahan data statistik), Kajian Pengembangan Wilayah Pesisir Pulau Bangka terjalin kerjasama Bappeda dengan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang (Jurusan PWK Undip lebih kompeten tentang kajian pengembangan wilayah), dsb

Tipe III Swakelola oleh Kelompok Masyarakat 

Swakelola tipe III, dipilih apabila dalam pekerjaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat atau untuk kepentingan langsung masyarakat dengan melibatkan masyarakat yang dianggap mampu melaksanakannya, sebagai contoh: Kegiatan perbaikan saluran air (drainase) di desa, pekerjaan pemeliharaan jamban/WC Umum, dan contoh-contoh pekerjaan sederhana lainnya.

Jenis Pekerjaan yang Dapat Dilakukan secara Swakelola?

Ketika Saudara para Kepala SKPD (PA/KPA) mendapati rencana suatu pekerjaan, apabila termasuk ke dalam salah satu kriteria pekerjaan di bawah ini, maka dapat dilakukan dengan cara swakelola, yakni:
  1. Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia , serta sesuai dengan tugas dan fungsi K/L/D/I;
  2. Pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat atau dikelola oleh K/L/D/I ;
  3. Pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa;
  4. Pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar;
  5. Penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
  6. Pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa;
  7. Pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;
  8. Pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan;
  9. Pekerjaan Industri kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri;
  10. Penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau
  11. Pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri.

Perpres 54/2010
Perpres 70/2012
Perpres 4/2015

Monday, June 1, 2015

As Built Drawing dan Shop Drawing

Definienda: Terdapat dua terminologi dalam Dokumen Gambar pada pekerjaan kontruksi. Pertama As Built Drawing dan Shop Drawing. Apa perbedaan keduanya?

1. Penerbit 
Gambar Shop Drawing diterbitkan oleh perencana/desainer bangunan yang dibangun, baik
perorangan maupun badan usaha. Gambar-gambar yang tersaji dalam 1 jilid/bundel, kadangkala disertai dengan soft copy (gambar dengan program aplikasi tertentu seperti AutoCad, dsb). Sedangkan gambar As Built Drawing dibuat oleh kontraktor/pelaksana pembuat bangunan, juga bisa perorangan ataupun perusahaan kontraktor bangunan.

2. Subtansi 
Gambar Shop Drawing adalah gambar detail dan menyeluruh dari bangunan yang akan dikerjakan (gambar panduan pelaksanaan) oleh pelaksana (penyedia jasa konstruksi) dengan tujuan bangunan yang akan dibangun akan sama/sesuai dengan tujuan atau maksud pengguna. 


Sedangkan gambar As Built Drawing adalah gambar koreksi, perbaikan, revisi, dari gambar pelaksanaan yang ada (Shop Drawing), dikarenakan adanya permasalahan di proyek pada saat bangunan dikerjakan. Juga menerangkan pihak mana saja yang ikut mengerjakan proyek yang dibangun, seperti: para sub kontraktor, supplier, dll yang turut andil dalam pembangunan proyek. Dengan kata lain, As Built Drawing adalah gambar yang menunjukkan hasil pelaksanaan proyek/pekerjaan kontruksi yang sudah dikerjakan oleh penyedia baik menurut shop drawing dan perubahan-perubahannya (CCO).

3. Waktu
As Built Drawing adalah cukup sederhana, yaitu gambar yang dibuat sesuai kondisi terbangun di lapangan yang telah mengadopsi semua perubahan yang terjadi (spesifikasi dan gambar) selama proses konstruksi yang menunjukkan dimensi, geometri, dan lokasi yang aktual atas semua elemen proyek. Tujuan gambar ini adalah sebagai pedoman pengoperasian bangunan yang dibuat dari shop drawing dimana telah mengadopsi perubahan yang dilakukan pada saat konstruksi dimana perubahan tersebut ditandai secara khusus. As Built Drawing dibuat oleh kontraktor dengan persetujuan Pengguna Jasa/Owner melalui proses cek oleh konsultan pengawas. Shop drawing dibuat sebelum bangunan dikerjakan, sedangkan as built drawing dibuat setelah pekerjaan dilaksanakan. Oleh karena itu as built drawing adalah laporan hasil pelaksanaan pekerjaan oleh penyedia/pelaksana pekerjaan kontruksi.

Wednesday, April 1, 2015

Harga Perkiraan Sendiri (HPS): Pengertian dan Teknik Penyusunannya #1

Definienda: Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Owners Estimate (OE) adalah harga barang dan/atau jasa yang dihitung dan ditetapkan secara keahlian dan berdasarkan data (survei) yang dapat dipertanggung jawabkan.
 
HPS/Owners Estimate (OE)
Nilai total HPS bersifat terbuka dan bukan rahasia kecuali rincian HPS per item kegiatan/pekerjaan. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada Pasal 66 ayat (5) butir a menyebutkan HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Lebih lanjut pada pasal 66 ayat (7) butir b dinyatakan bahwa Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya pengadaan barang/jasa dengan mempertimbangkan informasi yang meliputi informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian penyusunan HPS/OE merupakan salah satu kunci keberhasilan kegiatan pengadaan barang dan/atau jasa yang kredibel.
Apakah semua metode pengadaan barang/jasa memerlukan HPS? HPS tetap diperlukan untuk semua metoda pemilihan, kecuali kontes  dan sayembara.
Manfaat HPS 
  1. Alat untuk menilai kewajaran penawaran harga termasuk rinciannya
  2. Sebagai dasar menghitung nilai jaminan penawaran
  3. Sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah
  4. Sebagai dasar untuk menetapkan besaran Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% nilai total HPS
Siapakah yang memiliki tugas menetapkan HPS?

Pasal 11 ayat (1) huruf a angka 2 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah memiliki tugas pokok dan kewenangan menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa yang meliputi: Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Namun demikian bila PPK tidak memiliki kecakapan atau kompeten, atau tidak memiliki waktu dalam penyusunan HPS maka dapat meminta bantuan/jasa dari konsultan untuk membuatkan/menyusun HPS. HPS yang dibuat oleh konsultan selanjutnya direview yaitu apakah sudah benar susunannya, hasil operasi perhitungannya dan diperbarui (updating) sesuai harga pasarnya.

Pengumpulan Data dalam Penyusunan HPS
Data-data atau informasi yang dapat digunakan untuk menyusun HPS adalah:
  1. Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa di lokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan;
  2. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
  3. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
  4. Daftar biaya/tarif yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
  5. Biaya (yang tercantum) dalam kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
  6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia.
  7. Hasil perbandingan dengan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
  8. Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate);
  9. Norma indeks; dan/atau informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
Informasi atau data dari hasil survei harga pasar setempat harus didokumentasikan dengan baik. Data atau catatan survei dapat berupa:
  • data tertulis berupa surat atau daftar harga dari penyedia
  • catatan pembicaraan telpon
  • SMS (short messages system) lengkap disertai kapan (tanggal dan jam penerimaan) dan darimana SMS tersebut dikirim
  • catatan hasil wawancara lisan
  • brosur dari distributor/agen resmi
  • data katalog dari penjual
  • fotocopy data BPS
  • print out data internet
  • nota/kuitansi pembelian 
  • data kontrak yang telah dilakukan dsb.
Sebagai contoh, jika PPK mencari informasi dengan komunikasi melalui telepon seluler (HP), chating kepada Toko X, Y dan Z, dan informasi yang diperoleh melalui SMS, dapat dicatat tanggal jam menit berapa, nama barang/jasa, sumber informasi (nama usaha dan nama orang pemberi informasi, jabatan pemberi informasi, harga barang/jasa, spesifikasi barang/jasa), harga tersebut sudah termasuk keuntungan atau belum, apakah ada biaya pengiriman/pemasangan, sudah termasuk PPN atau belum, ada potongan harga atau tidak untuk pembelian sejumlah tertentu dimaksud.

Data pasar tersebut tidak harus berupa jawaban tertulis dari obyek survei yang harus distempel. Data-data tersebut dikoleksi atau berupa catatan-catatan (kertas kerja) yang kemudian diwujudkan dalam tabel berupa Harga Perkiraan Sendiri. Jadi HPS dibuat secara profesional, yang dokumen HPS tersebut dilampiri kertas kerja perhitungan dan catatan mengenai informasi harga barang/jasa.
 

Ketentuan Umum dalam Penyusunan HPS
  1. HPS memperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  2. HPS memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead maksimal 15%
  3. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan PPh Penyedia
  4. Nilai total HPS tidak rahasia
  5. Nilai rincian HPS rahasia, kecuali yang sudah ada dalam dokumen anggaran
  6. HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara
  7. HPS ditetapkan paling lama 28 hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pascakualifikasi dan ditambah masa prakualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
Standar Harga yang diterbitkan oleh Kepala Daerah tidak dapat dijadikan dasar untuk menghitung adanya kerugian Negara, demikian pula dengan HPS yang ditetapkan oleh PPK. Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya Pengadaan (pasal 66 ayat (7), sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menghitung kerugian Negara pada saat pemeriksaan dilakukan.

Bahan Bacaan
Perpres Nomor 54 Tahun 2010
Perpres Nomor 70 Tahun 2012