Showing posts with label Sosial Budaya. Show all posts
Showing posts with label Sosial Budaya. Show all posts

Wednesday, October 15, 2014

Lesbian

Lesbian adalah istilah perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan atau disebut juga perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional atau secara spiritual. Lesbian juga adalah seorang perempuan yang memiliki ikatan emosional-erotis dan seksual terutama dengan perempuan atau yang melihat dirinya terutama sebagai bagian dari sebuah komunitas yang mengidentifikasikan diri lesbian yang memiliki ikatan emosional-erotis dan seksual dengan perempuan, dan yang mengidentifikasikan dirinya seorang lesbian. Menurut situs vemale.com, fenomena lesbian sudah menjadi style bagi kalangan tertentu.

Sejarah Lesbian
Menurut Kartini Kartono, lesbian atau lesbianisme berasal dari kata Lesbos yaitu pulau di tengah Lautan Egeis (Yunani) yang pada zaman kuno dihuni oleh para wanita. Konon siapa saja yang lahir di pulau itu nama belakangnya akan di ikuti kata Lesbia, namun tidak semua orang yang memakai nama tersebut adalah lesbian. Mereka meneruskan kebiasaan tersebut untuk menghormati leluhur sebelumnya dan agar kebiasaan itu tidak hilang oleh waktu. Karena zaman semakin terus berkembang masyarakat pun lebih mengenal istilah lesbianisme sebagai lesbian.

Lain Tempat Lain Persepsi
Bergandengan tangan sesama jenis belum tentu Lesbian
Di Indonesia biasanya pelajar putri /mahasiswi, punnya kecenderungan suka jalan sambil bergandengan tangan. Tapi, hati-hati jika kebiasaan itu terjadi ketika anda (perempuan) yang kebetulan mendapat kesempatan belajar di Amerika (dan negara Barat pada umumnya), hindari bergandengan tangan dengan sesama jenis saat berjalan di ruang publik. Mereka dapat berpersepsi anda sebagai kaum homoseksual! 

Istilah-istilah dalam Komunitas Lesbian
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam lesbian adalah butchfemmeandro dan no label lesbian 
Butch and Femme (Ilustrasi) sumber Riaupos.co
Butch merupakan istilah dalam komunitas lesbian untuk menjelaskan sifat, gaya, perilaku, ekspresi, persepsi diri dan sebagainya yang bersifat maskulin dalam seorang wanita. Seperti dikutip vemale.com dari situs lgbtindonesia.org, bahwa salam konteks sebuah relasi atau hubungan, butch seringkali dipakai sebagai pasangan dari femme, yang pada umumnya lebih bersifat feminin tanpa karakter tomboy, walaupun terdapat beberapa kasus dimana butch berpasangan dengan butch, dan femme dengan femme. Sebutan andro yaitu lesbian yang bisa dibilang abu-abu karena dari segi penampilan dan hubungan mereka bisa dibilang tidak total butchy atau femme sedangkan No label sebutan untuk seorang lesbian yang tidak masuk dalam kategori butch juga femme.


Istilah-istilah lain dalam komunitas Lesbian 

Istilah
Artinya
Belok
Lesbian.
Bro
Panggilan sesama
Butch Inside
Femme yang berpenampilan sedikit tomboy namun tetap
berpenampilan femme.
Cepak
Rambut pendek ala laki-laki
Double
Lesbian yang telah mempunyai pasangan
Dugem
Dunia gemerlap
Femme
Pasangan lesbi berperan sebagai female (perempuan)
GF
Girl Friend, pasangan lesbian/pacar
Gembala
Gendut
Glamour
gaya hidup mewah
Linak
Laki-laki
Lines
Lesbian
Lesbong
Lesbian
Lesbiola
Lesbian
Lessy
Lesbian
Lurus
Sebutan bagi heteroseksual
Meki
Alat Reproduksi Wanita, Vulva, Vagina
ML
Makes Love, bercinta
No Label
Lesbian yang tidak memakai label.
Pecongan
Pacaran.
Sekong
Sakit
Single
Lesbian yang belum mempunyai pasangan
Soft Butch

Butch yang mempunyai kesan lebih feminin, secara emosionaldan fisik tidak mengesankan pribadi yang kuat/tangguh
Stone Butch
Butch yang lebih maskulin dalam cara berpakaian dan
penampilan, biasanya membebet payudaranya agar terlihat rata.
Teki
Payudara.
Toket
Payudara
Tuwir.
Tua


Bahan bacaan:
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: Mandar Maju, 2007)
Adhiati, Triana. 2007. Gerakan Feminis Lesbian Studi Kasusu politik Amerika 1990-an.
Yogyakarta: Kreasi Wacana
Wayan Ari Trisna Handayani, tanpa tahun
vemale.com
lgbtindonesia.org
konsultanpendidikan.com

Sunday, February 3, 2013

Pola Penyebaran Pedagang Kaki Lima

Pola Penyebaran Pedagang Kaki Lima
Berdasarkan pola penyebarannya, aktivitas pedagang kaki lima menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 36 – 37) dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) pola yaitu :




1. Pola Penyebaran Mengelompok (Focus Aglomeration)
Pedagang kaki lima pada tipe ini pada umumnya terdapat pada ujung –ujung jalan, ruang-ruang terbuka, sekeliling pasar, ruang parkir, taman-taman dan lain sebagainya. Pola penyebaran seperti ini biasanya dipengaruhi oleh adanya pertimbangan aglomerasi, yaitu suatu pemusatan / pengelompokan pedagang sejenis atau pedagang yang mempunyai sifat komoditas sama atau menunjang (lihat gambar).


2. Pola Penyebaran Memanjang (Linier Concentration)
Ilustrasi: Gee and Yeung (1977)
Pola ini umumnya merupakan pola penyebaran memanjang yang terjadi disepanjang atau di pinggir jalan utama (main street) atau pada jalan yang menghubungkan jalan utama. Pola perdagangan ini ditentukan oleh pola jaringan jalan itu sendiri. Pola kegiatan linier lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan aksesibilitas yang tinggi pada lokasi yang bersangkutan. Dilihat dari sudut pandang dari pedagang kaki lima itu sendiri, hal ini sangat menguntungkan, sebab dengan menempati lokasi yang beraksesibilitas tinggi akan mempunyai kesempatan yang tinggi dalam meraih konsumen. Contoh pola ini bisa disaksikan pedagang kaki lima week-end di trotoar di sekeliling lapangan Pancasila (Simpang Lima) Semarang setiap hari Sabtu sore hingga Minggu pagi, atau sepanjang Jalan Mataram, Jalan Gajahmada, Jalan Hayamwuruk, Jalan Erlangga, dll.

Sunday, January 27, 2013

Pedagang Kaki Lima

Pengertian Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima di Simpang Lima Semarang (copyright: Gaganawati)

Banyak pengertian tentang pedagang kaki lima. Pembaca pasti membayangkan jika pedagang kaki lima sering identik dengan korban penggusuran oleh satuan polisi pamong praja sebagaimana sering kita saksikan melalui pemberitaan di media elektronik. Ada yang mengartikan pedagang kaki lima ialah pedagang yang berada di antara kanan dan kiri lintasan manusia (kaki lima, kanan kiri lintasan manusia). Itu sih kata Dr. Slamet dari UNNES (Universitas Negeri Semarang, bukan Universitas Nan Nestapa seperti yang diplesetkan oleh mahasiswinya sendiri) ketika memberikan kuliah di kampus Jalan Hayamwuruk, Pleburan - Semarang. 

Pemahaman mengenai pedagang kaki lima dapat dilakukan dengan pemahaman definisi pedagang. Pedagang merupakan perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan perniagaan secara terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan. Sedangkan pendekatan lain untuk memahami definisi pedagang kaki lima melalui pendekatan pemahaman pedagang informal. Pedagang informal merupakan perorangan yang tidak memiliki bentuk badan usaha yang tetap, yang melakukan kegiatan perdagangan. Pada umumnya, pedagang informal memiliki beberapa ciri spesifik antara lain:
1. mendasarkan diri pada sumberdaya lokal.
2. usaha secara kekeluargaan.
3. usaha berskala lecil.
4. bersifat padat karya.
5. teknologi yang digunakan bersifat sederhana dan sederhana dan adaptif.
6. keahlian diperoleh dari luar dari luar pendidikan formal.
7. tidak ada proteksi resmi dalam proses proses produksinya.
8. pasarnya bersifat kompetitif.

Contoh aktual dan realitas sebagai pedagang informal adalah: pedagang kaki lima, pedagang asongan, tukang cukur, penyemir sepatu dan sebagainya. Pedagang informal timbul karena beberapa hal, misalnya: sempitnya kesempatan kerja, sektor formal yang tidak berkembang, tingkat pendidikan angkatan kerja yang relatif rendah dan mendesaknya pemenuhan kebutuhan dasar.

Pedagang kaki lima didefinisikan sebagai setiap orang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, yang dilakukan cenderung berpindah-pinah dengan kemampuan modal yang terbatas serta berlokasi di tempat-tempat umum dengan tidak mempunyai legalitas formal, dimana kegiatan perdagangan dapat dilakukan secara berkelompok sesuai kultur yang dimiliki secara individu. Namun demikian, Hart (1996) lebih memandang pedagang kaki lima sebagai salah satu kesempatan untuk memperoleh penghasilan informal yang sah, yang termasuk dalamnya jenis usaha distribusi kecil-kecilan. Purwanto dalam Fachrudin (1998) membatasi pedagang kaki lima sebagai suatu bentuk aktivitas perdagangan yang tidak menetap dan bisanya berlokasi di jalur pejalan kaki. 


Pedagang kaki lima termasuk salah satu dari aneka ragam bentuk usaha sendiri dan pekerjan tak tetap yang ciri-ciri sosial ekonominya amat berbeda dan dikategorikan sebagai sektor informal (Effendi, 1995). Sedangkan Cahyono et all (1992), mendefinisikan pedagang kaki lima sebagai salah satu bidang usaha yang termasuk dalam sub bidang perdagangan dan sektor informal, dengan jumlah pedagang yang menunjukkan kecenderungan meningkat. Pedagang kaki lima dalam istilah bahasa asing adalah hawker yang didefinisikan sebagai sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual pada ruang publik, terutama di pinggir jalan dan trotoar. Dalam pengertian ini termasuk juga orang yang menawarkan barang dan jasanya dari rumah ke rumah.



Ruang Aktivitas Pedagang Kaki Lima
          Dalam menetapkan lokasi bagi aktivitas usahanya,  sudah merupakan suatu kebiasaan yang umum terjadi bila pedagang kaki lima selalu menempatkan dagangannya pada trotoar dan bahu jalan, terutama dilokasi keramaian kota yang dipenuhi oleh pedagang kaki lima lainnya. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Bromley (dalam Manning dan Effendi, 1996), terjadi karena pedangang kaki lima dalam memilih lokasi bagi aktivitas usahanya akan berusaha untuk selalu mendekati pasar atau pembeli. Mereka akan berusaha agar barang atau jasa yang dijual terlihat pembeli. Oleh karena itu mereka akan memilih lokasi-lokasi yang strategis dan menguntungkan di pusat kota atau di suatu lokasi yang merupakan aktivitas masyarakat. Sehingga kita jumpai kehadiran pegangang kaki lima di sekitar aktivitas perdagangan, pendidikan, perkantoran, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya.
          Ciri tersebut merupakan bagian dari strategi pemasaran. Menurut William J. Stanton dalam Swastha (1986), pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk merencanakan, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun yang potensial.
          Berkaitan dengan strategi pemasaran, seorang pedagang kaki lima dalam menjalankan aktivitas usahanya juga mempertimbangkan bagaimana posisinya terhadap pedagang lain. Hal ini yang dinamakan dengan struktur pasar. Menurut Pass dkk (1998), struktur atau bentuk pasar yang dihadapi oleh seorang pengusaha dalam teori ekonomi dapat diketahui dari ciri-cirinya. Ciri-ciri tersebut antara lain jumlah pembeli dan penjual, mudah tidaknya memasuki bidang bersangkutan, homogen atau tidaknya sifat dari barang yang dijual dimata pembeli, tingkat kesempurnaan dari pengetahuan pembeli dan penjual terhadap tingkat harga.
          Dalam menetapkan lokasi bagi aktivitas usahanya, informasi mengenai banyaknya pedagang sejenis atau menjual barang yang sama bagi pegangang kaki lima sangat penting. Hal ini akan mempengaruhi kualitas barang atau jasa yuang ditawarkan. Konsumen akan memilih barang atau jasa yang lebih baik dalam bentuk dan rasa. Sehingga biasanya pegangang kaki lima berjualan berdampingan dengan pedagang sejenis.
          Faktor lain yang mempengaruhi pedangang kaki lima dalam memilih lokasi usaha adalah ketersediaan transportasi. Transportasi ini bisa berdasarkan sudut pandang pedagang kaki lima itu sendiri atau dari pembeli. Aktivitas umum kota umumnya merupakan tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat dengan adanya transportasi yang memadai. Oleh karena itu sering kali adanya relokasi pedagang kaki lima oleh pemerintah kota yang kurang didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, termasuk sarana transportasi, kurang mendapat respon yang baik. Tempat yang baru tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai lokasi bagi aktivitas perdagangan. Akhirnya para pedagang kaki lima yang diberi lokasi tersebut pindah kembali ke lokasi yang lama (Kompas, 5 Juni 2001).

Fungsi Pelayanan Pedagang Kaki Lima
          Penentuan  jenis fungsi pelayanan dari suatu aktivitas pedagang kaki lima dapat ditentukan dari dominasi kualitatif jenis barang dan jasa yang diperdagangkan. Suatu lokasi aktivitas jasa sektor informal dapat memiliki lebih dari satu fungsi sekaligus. Paling tidak terdapat tiga macam fungsi pelayanan pedagang kaki lima yaitu :

1. Fungsi pelayanan perdagangan jasa
Aktivitas perdagangan jasa pedagang kaki lima merupakan bagian dari sistem perdagangan kota, khusunya dalam bidang perdagangan eceran. Pedagang kaki lima dalam hal ini berfungsi memasarkan hasil produksi barang dan jasa. Contoh dari fungsi ini, misalnya suatu saat Anda akan menemukan pedagang kaki lima yang menawarkan jasa menjahit sepatu, tas, duplikasi anak kunci, dan lain-lain.

2.  Fungsi pelayanan rekreatif
       Aktivitas jasa pedagang kaki lima memiliki fungsi sebagai hiburan yan bersifat rekreatif. Fungsi rekreatif ini dapat dari suasana pelayanan yang diberikan, misalnya lokasi di alam terbuka dapat dipandang sebagai tempat rekreasi, jalan-jalan, ngabuburit, “cuci-mata”, dan sebagainya.

3. Fungsi pelayanan sosial
       Aktivitas jasa pedagang kaki lima fungsi sosial ekonomi dilihat berdasarkan pandangan masing-masing pelaku yang terlibat didalamnya. Berdasarkan pandangan penjaja, maka aktivitasnya merupakan sumber pendapatan bagi peningkatan kesejahterahan. Bagi para pengguna, maka aktivitas jasa pedagang kaki lima sangat membantu dalam penyediaan barang dan jasa yang harganya relatif lebih murah dari pada toko atau department store. Sedangkan bagi pemerintah lokal aktivitas jasa pedagang kaki lima ini sedikit banyak dapat membantu dalam pemecahan masalah penyerapan tenaga kerja dan pemerataan kesejahteraan maupun pemberdayaan masyarakat.



Referensi:

Mc.Gee,T.G aand Yeung,Y.M. Hawkers In South East Asian Cities: Planning for The Bazaar Economy, International Development Research Centre, Ottawa, Canada, 1977