Showing posts with label Uncategorized. Show all posts
Showing posts with label Uncategorized. Show all posts

Wednesday, September 9, 2015

Nadia Rahmawati, dkk #2: Tes Intelegensi, Kapan Dimulai

Definienda: Dari beberapa literatur, sejarah uji intelegensi atau kecerdasan pada awalnya telah dipraktekan di Kekaisaran Tiongkok sejak sebelum dinasti Han, yang dilakukan oleh seorang Jenderal di Kekaisaran Tiongkok, untuk menguji rakyat sipil yang ingin menjadi anggota legislatif berdasarkan pengetahuan menulis klasik, persoalan administratif dan manajerial.
kebumenmuda.com

Kemudian dilanjutkan sampai pada masa dinasti Han (200 SM- 200 M), namun seleksi ini tidak lagi untuk legislatif saja, tetapi mulai merambah pada bidang militer, perpajakan, pertanian, dan geografi. Meskipun diawali dengan sedikit mencontoh pada seleksi militer perancis dan Inggris. Sistem ujian telah disusun dan berisi aktivitas yang berbeda, seperti tinggal dalam sehari semalam dalam kabin untuk menulis artikel atau puisi, hanya  1% sampai dengan 7% yang diijinkan ikut ambil bagian pada ujian tahap kedua yang berakhir dalam tiga hari tiga malam. Menurut Gregory (1992), seleksi ini keras namun dapat memilih orang yang mewakili karakter orang Tiongkok yang kompleks. Tugas-tugas militer yang berat cukup dapat dilakukan dengan baik oleh para pegawai yang diterima dalam seleksi fisik dan psikologi yang intensif
Tokoh-tokoh yang berperan antara lain adalah Wundt. Beliau merupakan psikolog pertama yang menggunakan laboratorium dengan penelitiannya mengukur kecepatan berpikir. Wundt mengembangkan sebuah alat untuk menilai perbedaan dalam kecepatan berpikir. Sedangkan Cattel (1890) menemukan tes mental pertama kali. Yang memfokuskan pada tidak dapatnya membedakan antara energi mental dan energi jasmani. Meskipun Pada dasarnya tes mental temuan Cattel ini hampir sama dengan temuan Galton.

Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah Alfred Binet. Selain kontribusi nyata pribadi beliau dengan menciptakan tes intelegensi, beliau juga bekerja sama dengan Simon (1904) untuk membuat instrumen pengukur intelegensi dengan skala pengukuran level umum pada soal- soal mengenai kehidupan sehari- hari. Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini mengembangkan penggunaan tes intelegensi dengan tiga puluh items pertanyaan yang berfungsi mengidentifikasikan kemampuan integensi seseorang. Tahun 1912, Binet dan Simon membagi mental age dengan cronological age sehingga muncul konsep Intelegence Quotient (IQ).

Tokoh selanjutnya yang cukup berperan adalah Spearman dan Persun, dengan menemukan perhitungan korelasi statistik. Perkembangan selanjutnya dibuatlah suatu standar internasional yang dibuat di Amerika Serikat berjudul “Standards for Psychological and Educational Test” yang digunakan sampai sekarang. Kini tes psikologi semakin mudah, praktis, dan matematis dengan berbagai macam variasinya namun tanpa meninggalkan pedoman klasiknya. Psikodiagnostik adalah sejarah utama dari tes psikologi atau yang juga disebut psikometri. 


Penulis:
Nadia Rahmawati, 
Ajeng Septiana W. 
Riris Setya Rini, 
Iwan Budi Santoso,  dan 
Nisa Ulil Armina

Nadia Rahmawati, dkk #1: Kecerdasan

Definienda: Menurut pendekatan psikometris, kecerdasan dianggap sebagai sifat psikologis yang berbeda pada setiap individu. Kecerdasan bersifat dapat diperkirakan (can be estimated) dan diklasifikasikan berdasarkan hasil uji intelegensi.

Alfred Binet yang dikenal sebagai seorang psikolog dan juga pengacara (ahli hukum) dan dianggap telah mengembangkan pengukuran intelegensi yang pertama kali mengatakan kecerdasan adalah kemampuan yang terdiri dari tiga komponen:

Alfred Binet bersama dengan Theophile Simon mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan yang terdiri dari 3 komponen, yaitu :
  1. kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan,
  2. kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan, dan
  3. kemampuan untuk mengeritik diri sendiri atau melakukan autocriticism 

Menurut Binet kecerdasan atau sering disebut intelegensi merupakan sesuatu yang fungsional sehingga tingkat perkembangan individu dapat diamati dan dinilai berdasarkan kriteria tertentu. Apakah seseorang cukup cerdas atau tidak, dapat dinilai berdasarkan pengamatan terhadap cara dan kemampuan sesorang melakukan tindakan dan kemampuan mengubah arah tindakan apabila dibutuhkan.

kebumenmuda.com
Hasil karya terbesar dari Alfred Binet di bidang psikologi adalah apa yang sekarang ini dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Intelegensi menurut Alfred Binet merupakan lebih dari sekedar jumlah fungsi yang mandiri, oleh karena itu tingkah laku yang dianggap intelegen hendaknya dimiliki berdasarkan pada aktivitas-aktivitas yang menggabungkan berbagai macam ite. Binet berpendapat bahwa tingkat intelegensi dapat dibuktikan dari tanggapan orang-orang pada semua umur terhadap situasi yang ada dilingkungan sekitarnya. 

Dalam perkembangannya, Binet dengan rekan sejabatnya Theophile Simon mengembangkan suatu metode yang  membedakan intelegensi anak normal dengan anak lemah pikir yang dikenal dengan tes Binet-Simon. Kemudian Tes Binet direvisi pada tahun 1916 di standford university menjadi tes Stanford Binet, ini bertujuan untuk dapat digunakan (khususnya) di Amerika Serikat pada waktu itu. 


Penulis:
Nadia Rahmawati, 
Ajeng Septiana W. 
Riris Setya Rini, 
Iwan Budi Santoso,  dan 
Nisa Ulil Armina

Sunday, August 30, 2015

Jaminan Pelaksanaan dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Definienda: Jaminan Pelaksanaan merupakan jaminan atas kesanggupan principal untuk melaksanakan pekerjaan secara fisik sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak. Besarnya nilai jaminan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak, biasanya sebesar 5% (lima persen) s.d. 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak dengan periode jaminan sesuai dengan jangka waktu kontrak.

Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa membutuhkan Jaminan Pelaksanaan untuk menjamin agar pelaksanaan kontrak dapat diselesaikan dengan baik. Jaminan pelaksanaan yang dipersyaratkan adalah sebesar 5% dari kontrak bila kontraknya lebih dari atau sama dengan 80% HPS (Harga Perkiraan Sendiri). Tetapi jika kontraknya kurang dari 80% HPS maka Jaminan pelaksanaannya harus 5% dari HPS nya.
indotrading.com

Jaminan Pelaksanaan harus diberikan oleh penyedia ketika akan ditandatanganinya kontrak pengadaan barang/jasa. Pejabat Pembuat Komitmen tidak akan tandatangan kontrak bila jaminan penawaran belum diberikan penyedia. Jaminan pelaksanaan dapat dikeluarkan oleh bank umum, asuransi, atau penerbit jaminan, tetapi PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) lebih menyukai jaminan dari bank umum.

Jaminan pelaksanaan akan dicairkan jika penyedia melanggar persyaratan di dalam kontrak pengadaan barang jasa atau adanya wanprestasi. Jaminan penlaksanaan harus dapat dicairkan dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak dikeluarkannya surat permintaan pencairan dari PPK. Atau apabila terjadi keterlambatan maka jumlah denda tidak boleh melebih dari nilai jaminan pelaksanaan sebesar 5%.

Jaminan Pelaksanaan akan dikembalikan kepada Penyedia apabila pelaksanaan pekerjaan telah mencapai 100% dan diganti dengan jaminan pemeliharaan ketika pekerjaan masuk ke dalam masa pemeliharaan pekerjaan. Sehingga jangka waktu jaminan pelaksanaan adalah harus mengcover masa pelaksanaan pengadaan barang jasa ditambah dengan 14 hari untuk proses administrasi. Misalkan kalau masa pelaksanaan pekerjaan pengadaan itu adalah 90 hari dalam kontrak, maka masa jaminan pelaksanaan adalah 104 hari.

Wednesday, August 26, 2015

Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa dengan Swakelola

Definienda: Swakelola  adalah  kegiatan  Pengadaan  Barang/Jasa  dimana pekerjaannya
Pengadaan.org
direncanakan,  dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh  K/L/D/I   sebagai   penanggung   jawab  anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat 
(Pasal 26 Perpres 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perpres 70 Tahun 2012, dan iubah terakhir kalinya dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015)

Pengadaan Barang dan Jasa dengan Swakelola terdiri dari 3 jenis atau tipe, yakni:
1. Swakelola oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran
2. Swakelola oleh Instansi Pemerintah Lain (IPL)
3. Swakelola oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas)

Tipe I Swakelola oleh K/L/D/I sebagai Penanggung Jawab Anggaran

Swakelola Tipe 1 dilaksanakan apabila pekerjaan yang akan diswakelolakan merupakan tugas dan fungsi dari K/L/D/I yang bersangkutan. Misalnya Dinas PU dan Perumahan melaksanakan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan, Dinas Kesehatan menyelenggarakan penyuluhan bagi bidan desa, dsb.

Tipe II Swakelola oleh Instansi Pemerintah Lain (IPL)

Swakelola tipe II ini dipilih apabila ada Instansi Pemerintah Lain (IPL) yang secara keahlian teknis lebih menguasai dari pada SKPD berada. Contoh; Bappeda bekerjasama dengan BPS (Biro Pusat Statistik) untuk pekerjaan penyusunan Daerah Dalam Angka (BPS lebih ahli dalam masalah pengolahan data statistik), Kajian Pengembangan Wilayah Pesisir Pulau Bangka terjalin kerjasama Bappeda dengan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang (Jurusan PWK Undip lebih kompeten tentang kajian pengembangan wilayah), dsb

Tipe III Swakelola oleh Kelompok Masyarakat 

Swakelola tipe III, dipilih apabila dalam pekerjaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat atau untuk kepentingan langsung masyarakat dengan melibatkan masyarakat yang dianggap mampu melaksanakannya, sebagai contoh: Kegiatan perbaikan saluran air (drainase) di desa, pekerjaan pemeliharaan jamban/WC Umum, dan contoh-contoh pekerjaan sederhana lainnya.

Jenis Pekerjaan yang Dapat Dilakukan secara Swakelola?

Ketika Saudara para Kepala SKPD (PA/KPA) mendapati rencana suatu pekerjaan, apabila termasuk ke dalam salah satu kriteria pekerjaan di bawah ini, maka dapat dilakukan dengan cara swakelola, yakni:
  1. Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia , serta sesuai dengan tugas dan fungsi K/L/D/I;
  2. Pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat atau dikelola oleh K/L/D/I ;
  3. Pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa;
  4. Pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar;
  5. Penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
  6. Pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa;
  7. Pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;
  8. Pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan;
  9. Pekerjaan Industri kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri;
  10. Penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau
  11. Pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri.

Perpres 54/2010
Perpres 70/2012
Perpres 4/2015

Monday, June 1, 2015

As Built Drawing dan Shop Drawing

Definienda: Terdapat dua terminologi dalam Dokumen Gambar pada pekerjaan kontruksi. Pertama As Built Drawing dan Shop Drawing. Apa perbedaan keduanya?

1. Penerbit 
Gambar Shop Drawing diterbitkan oleh perencana/desainer bangunan yang dibangun, baik
perorangan maupun badan usaha. Gambar-gambar yang tersaji dalam 1 jilid/bundel, kadangkala disertai dengan soft copy (gambar dengan program aplikasi tertentu seperti AutoCad, dsb). Sedangkan gambar As Built Drawing dibuat oleh kontraktor/pelaksana pembuat bangunan, juga bisa perorangan ataupun perusahaan kontraktor bangunan.

2. Subtansi 
Gambar Shop Drawing adalah gambar detail dan menyeluruh dari bangunan yang akan dikerjakan (gambar panduan pelaksanaan) oleh pelaksana (penyedia jasa konstruksi) dengan tujuan bangunan yang akan dibangun akan sama/sesuai dengan tujuan atau maksud pengguna. 


Sedangkan gambar As Built Drawing adalah gambar koreksi, perbaikan, revisi, dari gambar pelaksanaan yang ada (Shop Drawing), dikarenakan adanya permasalahan di proyek pada saat bangunan dikerjakan. Juga menerangkan pihak mana saja yang ikut mengerjakan proyek yang dibangun, seperti: para sub kontraktor, supplier, dll yang turut andil dalam pembangunan proyek. Dengan kata lain, As Built Drawing adalah gambar yang menunjukkan hasil pelaksanaan proyek/pekerjaan kontruksi yang sudah dikerjakan oleh penyedia baik menurut shop drawing dan perubahan-perubahannya (CCO).

3. Waktu
As Built Drawing adalah cukup sederhana, yaitu gambar yang dibuat sesuai kondisi terbangun di lapangan yang telah mengadopsi semua perubahan yang terjadi (spesifikasi dan gambar) selama proses konstruksi yang menunjukkan dimensi, geometri, dan lokasi yang aktual atas semua elemen proyek. Tujuan gambar ini adalah sebagai pedoman pengoperasian bangunan yang dibuat dari shop drawing dimana telah mengadopsi perubahan yang dilakukan pada saat konstruksi dimana perubahan tersebut ditandai secara khusus. As Built Drawing dibuat oleh kontraktor dengan persetujuan Pengguna Jasa/Owner melalui proses cek oleh konsultan pengawas. Shop drawing dibuat sebelum bangunan dikerjakan, sedangkan as built drawing dibuat setelah pekerjaan dilaksanakan. Oleh karena itu as built drawing adalah laporan hasil pelaksanaan pekerjaan oleh penyedia/pelaksana pekerjaan kontruksi.

Wednesday, April 1, 2015

Harga Perkiraan Sendiri (HPS): Pengertian dan Teknik Penyusunannya #1

Definienda: Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Owners Estimate (OE) adalah harga barang dan/atau jasa yang dihitung dan ditetapkan secara keahlian dan berdasarkan data (survei) yang dapat dipertanggung jawabkan.
 
HPS/Owners Estimate (OE)
Nilai total HPS bersifat terbuka dan bukan rahasia kecuali rincian HPS per item kegiatan/pekerjaan. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada Pasal 66 ayat (5) butir a menyebutkan HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Lebih lanjut pada pasal 66 ayat (7) butir b dinyatakan bahwa Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya pengadaan barang/jasa dengan mempertimbangkan informasi yang meliputi informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian penyusunan HPS/OE merupakan salah satu kunci keberhasilan kegiatan pengadaan barang dan/atau jasa yang kredibel.
Apakah semua metode pengadaan barang/jasa memerlukan HPS? HPS tetap diperlukan untuk semua metoda pemilihan, kecuali kontes  dan sayembara.
Manfaat HPS 
  1. Alat untuk menilai kewajaran penawaran harga termasuk rinciannya
  2. Sebagai dasar menghitung nilai jaminan penawaran
  3. Sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah
  4. Sebagai dasar untuk menetapkan besaran Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% nilai total HPS
Siapakah yang memiliki tugas menetapkan HPS?

Pasal 11 ayat (1) huruf a angka 2 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah memiliki tugas pokok dan kewenangan menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa yang meliputi: Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Namun demikian bila PPK tidak memiliki kecakapan atau kompeten, atau tidak memiliki waktu dalam penyusunan HPS maka dapat meminta bantuan/jasa dari konsultan untuk membuatkan/menyusun HPS. HPS yang dibuat oleh konsultan selanjutnya direview yaitu apakah sudah benar susunannya, hasil operasi perhitungannya dan diperbarui (updating) sesuai harga pasarnya.

Pengumpulan Data dalam Penyusunan HPS
Data-data atau informasi yang dapat digunakan untuk menyusun HPS adalah:
  1. Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa di lokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan;
  2. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
  3. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
  4. Daftar biaya/tarif yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
  5. Biaya (yang tercantum) dalam kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
  6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia.
  7. Hasil perbandingan dengan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
  8. Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate);
  9. Norma indeks; dan/atau informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
Informasi atau data dari hasil survei harga pasar setempat harus didokumentasikan dengan baik. Data atau catatan survei dapat berupa:
  • data tertulis berupa surat atau daftar harga dari penyedia
  • catatan pembicaraan telpon
  • SMS (short messages system) lengkap disertai kapan (tanggal dan jam penerimaan) dan darimana SMS tersebut dikirim
  • catatan hasil wawancara lisan
  • brosur dari distributor/agen resmi
  • data katalog dari penjual
  • fotocopy data BPS
  • print out data internet
  • nota/kuitansi pembelian 
  • data kontrak yang telah dilakukan dsb.
Sebagai contoh, jika PPK mencari informasi dengan komunikasi melalui telepon seluler (HP), chating kepada Toko X, Y dan Z, dan informasi yang diperoleh melalui SMS, dapat dicatat tanggal jam menit berapa, nama barang/jasa, sumber informasi (nama usaha dan nama orang pemberi informasi, jabatan pemberi informasi, harga barang/jasa, spesifikasi barang/jasa), harga tersebut sudah termasuk keuntungan atau belum, apakah ada biaya pengiriman/pemasangan, sudah termasuk PPN atau belum, ada potongan harga atau tidak untuk pembelian sejumlah tertentu dimaksud.

Data pasar tersebut tidak harus berupa jawaban tertulis dari obyek survei yang harus distempel. Data-data tersebut dikoleksi atau berupa catatan-catatan (kertas kerja) yang kemudian diwujudkan dalam tabel berupa Harga Perkiraan Sendiri. Jadi HPS dibuat secara profesional, yang dokumen HPS tersebut dilampiri kertas kerja perhitungan dan catatan mengenai informasi harga barang/jasa.
 

Ketentuan Umum dalam Penyusunan HPS
  1. HPS memperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  2. HPS memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead maksimal 15%
  3. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan PPh Penyedia
  4. Nilai total HPS tidak rahasia
  5. Nilai rincian HPS rahasia, kecuali yang sudah ada dalam dokumen anggaran
  6. HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara
  7. HPS ditetapkan paling lama 28 hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pascakualifikasi dan ditambah masa prakualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
Standar Harga yang diterbitkan oleh Kepala Daerah tidak dapat dijadikan dasar untuk menghitung adanya kerugian Negara, demikian pula dengan HPS yang ditetapkan oleh PPK. Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya Pengadaan (pasal 66 ayat (7), sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menghitung kerugian Negara pada saat pemeriksaan dilakukan.

Bahan Bacaan
Perpres Nomor 54 Tahun 2010
Perpres Nomor 70 Tahun 2012


SKP: Sisa Kemampuan Paket dalam Proses Pengadaan Barang/Jasa

Definienda:  Dalam proses pemilihan penyedia barang jasa pemerintah khususnya pemilihan penyedia jasa kontruksi dipersyaratkan Sisa Kemampuan Paket (SKP), persyaratan SKP ini dimunculkan sebagai prasyarat kualifikasi penyedia barang jasa. Dalam persyaratan kualifikasi pengadaan barang jasa pemerintah SKP hanya dipersyaratkan hanya untuk pengadaan barang jasa konstruksi dan jasa lainnya sesuai ketentuan yang diatur Pasal 19 Perpres 54 tahun 2010 sebagaimana telah diubah keempat kalinya dengan Perpres Nomo 4 Tahun 2015.

SKP adalah sisa pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh Penyedia Pekerjaan Konstruksi dalam waktu yang bersamaan (dalam kurun waktu 5 tahun terakhir). Persyaratan SKP hanya berlaku untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya.  Satu penyedia barang jasa tidak boleh mengerjakan paket secara bersamaan melebihi dari kemampuan paket yang sudah ditentukan dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010. Kemampuan paket dibedakan untuk usaha Kecil atau Non Kecil. Untuk usaha kecil kemampuan paketnya dibatasi sampai dengan 5 paket pengadaan barang jasa sedangkan untuk usaha non kecil dibatasi 6 paket atau 1,2 x N. 

Sehingga SKP dapat didefinisikan sebagai jumlah paket yang boleh dimenangkan oleh suatu penyedia barang/jasa setelah dihitung dari Kemampuan Paketnya (KP) dikurangi jumlah pekerjaan yang sedang dikerjakannya.

KP untuk usaha kecil adalah 5 paket, sedangkan untuk usaha non kecil adalah 6 paket atau 1,2 x N, apa maksudnya N? N adalah jumlah paket pengadaan barang jasa yang pernah dikerjakan secara bersamaan dalam 5 tahun terakhir, sehingga kalau suatu penyedia non kecil pada tahun sebelumnya pernah mengerjakan 7 paket pekerjaan secara bersamaan, maka Kemampuan Paket (KP) badan usaha tersebut bukan 6 paket lagi tetapi menjadi 1,2 x 7 yaitu 8 paket pekerjaan.
Rumus Menghitung SKP sesuai Perpres Nomor 54 Tahun 2010
Kemudian dari mana kita bisa mengetahui jumlah pekerjaan yang sedang dilaksanakan? Yaitu dari formulir isian kualifikasi yang di dalamnya ada formulir data pekerjaan yang sedang dilaksanakan oleh penyedia tersebut. Hitung berapa jumlah pekerjaan yang sedang dilaksanakan kemudian kurangkan dengan Kemampuan Paketnya (5 atau 6 atau 1,2 N).

Lalu siapakah yang melakukan penghitungan SKP? Untuk menjawab pertanyaan dimaksud, maka Unit Layanan Pengadaan (ULP) melalui kelompok kerjanya menghitung SKP berdasarkan data/informasi dari isian formulir kualifikasi yang disampaikan oleh calon penyedia. Namun dalam praktiknya tidak mudah, karena kebanyakan para calon penyedia tidak memberikan informasi yang lengkap dalam formulir kualifikasinya. Inilah yang menjadi kelemahan jika proses pengadaan barang/jasa dilakukan secara manual (konvensional) dengan menggunakan media cetak. Solusi terbaik untuk mengatasi kelemahan ini pengembangan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (e-Procurement) sangat diperlukan.



Bahan bacaan:
Perpres Nomor 54 Tahun 2010
Mudjisantosa.net

Artikel Definienda Lainnya dapatdi  d o w n l o a d  melalui laman ini:

Tuesday, February 3, 2015

Antara Data, Datum dan Informasi #1

Definienda: Setiap hari, saya, anda, teman anda selalu atau pernah bicara tentang data. Apa sih data? Definienda akan mengetengahkan pengertian dan hal ihwal tentang data. 

Pengertian Data
Data adalah bentuk jamak dari datum. Jadi bentuk singular (tunggal) dari data itu adalah
Contoh Data 
datum. Data dapat dianggap sebagai sesuatu yang pernah terjadi atau fakta. Data adalah segala macam bentuk benda, karakter (titik, koma, spasi, angka, huruf, simbol), warna, bunyi, kata kerja, kata benda, dan sebagainya. So, Data could be anything. Saya juga setuju jika ada pendapat bahwa data merupakan bahasa, mathematical, dan simbol-simbol pengganti lain yang disepakati oleh umum dalam menggambarkan objek, manusia, peristiwa, aktivitas, konsep, dan objek-objek penting lainnya. Singkat cerita, data merupakan suatu kenyataan apa adanya (raw facts).

Data belum memiliki makna bagi pembacanya jika :
  1. pembaca tidak memiliki kepentingan (relevan) atau 
  2. pembaca tidak memiliki pengalaman terhadap fakta tersebut
Sebagai contoh, ketika Anda sedang menikmati suguhan berita tentang Pak Jokowi melakukan blusukan di televisi, di layar televisi tersebut terlihat tayangan marquee text atau running text yang bunyinya misalnya "Lorenzo akan menggunakan YZR M1 pada musim MotoGp 2015 ..." karena Anda tidak memiliki kepentingan terhadap data itu, niscaya anda tidak akan memperhatikannya, tentu saja running text tersebut tidak bermakna apa-apa bagi Anda.

Data akan bermanfaat bagi penggunanya jika:
  1. objektif (objective), tidak direkayasa
  2. cukup mewakili dari objek (representative)
  3. up to date (tidak jadul, tidak kadaluarsa)
  4. relevan dengan tujuan si pengguna (relevant).
Klasifikasi Data
Data dapat diklasifikasikan menurut cara memperoleh, sumber, jenis dan sifatnya, serta skala pengukurannya.

I. Berdasarkan Cara Memperoleh, data dapat dibedakan Data Primer dan Data Sekunder.
  • Data Primer adalah data yang diperoleh dengan carara langsung dari sumbernya oleh peneliti/yang berkepentingan misalnya dengan cara menyebarkan kuisioner, wawancara atau pengamatan.
  • Data Sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung oleh peneliti atau pihak yang berkepentingan, misalnya dokumen-dokumen laporan, jurnal, dan lainnya.
II. Berdasarkan jenisnya, data dapat dibedakan Data Kualitatif dan Data Kuantitatif.
  • Data Kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif berbentuk pernyataan verbal, simbol atau gambar. 
    Data Kualitatif biasanya menjelaskan karakteristik atau sifat dari objek yang diteliti. Sebagai contoh: kondisi objek (rusak berat, rusak sedang, rusak ringan; amat cukup baik, baik), pekerjaan (pengangguran, buruh, petani/nelayan, pengusaha/wiraswasta, Pegawai BUMN, PNS/TNI/Polri), tingkat kepuasan ( sangat tidak puas, tidak puas, puas, sangat puas), sikap (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju). Data kualitatif juga dapat berupa warna, jenis kelamin, status perkawinan, dll.
  • Data kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan, atau data kualitatif yang diangkakan. Contoh: tinggi, umur, jumlah, skor hasil belajar, temperatur, dll.
III. Berdasarkan Waktu Pengumpulannya, dibedakan data berkala dan data cross section
  • Data Berkala (Time series) yakni data yang terkumpul dari waktu ke waktu untuk memberikan gambaran perkembangan suatu kegiatan/fenomena. sebagai contoh: data perkembangan harga sembilan macam bahan pokok (sembako) selama 6 bulan terakhir yang dikumpulkan setiap bulan.
  • Data Cross Section, yaitu  data yang terkumpul pada suatu waktu tertentu untuk memberikan gambaran perkembangan keadaan atau kegiatan pada waktu itu. sebagai contoh: data sensus penduduk tahun 2010, data hasil Ujian Nasional siswa SMK Tahun 2012, dll.
IV. Pembagian data menurut skala pengukurannya
Skala pengukuran adalah aturan penggunaan notasi bilangan dalam pengukuran. Menurut skala pengukurannya, data dapat dibedakan atas empat jenis, yaitu: data nominal, data ordinal, data interval, dan data rasio
  • Data nominal adalah data yang diberikan pada objek atau kategori yang tidak menggambarkan kedudukan objek atau kategori dimaksud terhadap objek atau kategori lainnya, namun hanya sekedar label atau kode saja. Data ini hanya mengelompokkan objek/kategori ke dalam kelompok tertentu. Data nominal memiliki ciri hanya dapat dibedakan antara satu dengan lainnya dan tidak bisa diurutkan/dibandingkan. Data ini mempunyai karakter-karakter yaitu (1) kategori data bersifat saling lepas (satu objek hanya masuk pada satu kelompok saja). (2) Kategori data tidak disusun secara logis. Sebagai contoh data skala nominal: warna rambut, jenis kelamin, etnis/suku, agama dan lain-lain
  • Data ordinal adalah data yang penomoran objek atau kategorinya disusun menurut besarnya, yaitu dari tingkat terendah ke tingkat tertinggi atau sebaliknya dengan rentang yang tidak harus sama. Data ini memiliki ciri seperti ciri data nominal ditambah satu ciri lagi, yaitu kategori data dapat disusun/diurutkan berdasarkan urutan logis dan sesuai dengan besarnya karakteristik yang dimiliki. Contoh data berskala ordinal yaitu:
    tingkat pendidikan, golongan pegawai, kasta, dll.
  • Data interval yakni data dengan objek/kategori yang dapat dibedakan antara data satu dengan lainnya, dapat diurutkan berdasarkan suatu atribut dan memiliki jarak yang memberikan informasi tentang interval antara tiap objek/kategori sama. Besarnya interval dapat ditambah atau dikurangi. Data ini memiliki ciri sama dengan ciri pada data ordinal ditambah satu ciri lagi, yaitu urutan kategori data mempunyai jarak yang sama. Dalam data interval tidak memiliki nilai nol mutlak. Contoh data berskala interval yakni: temperatur, skor hasil belajar, skor hasil tes psikologi, skor IQ, dll. Hasil pengukuran suhu (temperatur) menggunakan termometer yang dinyatakan dalam ukuran derajat. Rentang temperatur antara 00 Celcius sampai  10 Celcius memiliki jarak yang sama dengan 10 Celcius sampai  20 Celcius. Oleh karena itu berlaku operasi matematis ( +, – ), misalnya 150 Celcius + 150 Celcius = 300 Celcius. Namun demikian tidak dapat dinyatakan bahwa benda yang bersuhu 150 Celcius memiliki ukuran panas separuhnya dari benda yang bersuhu 300 Celcius. Demikian juga, tidak dapat dikatakan bahwa benda dengan suhu 00 Celcius tidak memiliki suhu sama sekali. Angka 00 Celcius memiliki sifat relatif (tidak mutlak). Artinya, jika diukur dengan menggunakan Termometer Fahrenheit diperoleh 00 Celcius = 320 Fahrenheit. Kecerdasaran intelektual yang dinyatakan dalam IQ. Rentang IQ 100 sampai  110 memiliki jarak yang sama dengan 110 sampai  120. Namun demikian tidak dapat dinyatakan orang yang memiliki IQ 150 tingkat kecerdasannya 1,5 kali dari orang yang memiliki IQ 100. Begitulah.
  • Data rasio yaitu data yang memiliki sifat-sifat data nominal, data ordinal, dan data interval tetapi dilengkapi dengan kepemilikan nilai atau titik nol mutlak/absolut dengan makna empiris. Data rasio dapat dibagi atau dikali. Jadi, data rasio memiliki sifat; dapat dibedakan, diurutkan, punya jarak, dan punya nol mutlak. Contoh data berskala rasio: Umur, tinggi badan, berat, dll. Data hasil pengukuran berat suatu benda yang dinyatakan dalam gram memiliki semua sifat-sifat sebagai data interval. Benda yang beratnya 1 kg berbeda secara nyata dengan benda yang beratnya 2 kg. Ukuran berat benda dapat diurutkan mulai dari yang terberat sampai yang terringan. Perbedaan antara benda yang beratnya 1 kg dengan 2 kg memiliki rentang berat yang sama dengan perbedaan antara benda yang beratnya 2 kg dengan 3 kg. Angka 0 kg menunjukkan tidak ada benda (berat) yang diukur. Benda yang beratnya 2 kg 2 kali lebih berat dibandingkan dengan benda yang beratnya 1 kg.

daftar bacaan:
  1. J Supranto, Statistik, Teori Dan Aplikasi, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1987
  2. Moh. Nazir, Ph.D. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.