Showing posts with label Manajemen Proyek. Show all posts
Showing posts with label Manajemen Proyek. Show all posts

Wednesday, August 26, 2015

Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa dengan Swakelola

Definienda: Swakelola  adalah  kegiatan  Pengadaan  Barang/Jasa  dimana pekerjaannya
Pengadaan.org
direncanakan,  dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh  K/L/D/I   sebagai   penanggung   jawab  anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat 
(Pasal 26 Perpres 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perpres 70 Tahun 2012, dan iubah terakhir kalinya dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015)

Pengadaan Barang dan Jasa dengan Swakelola terdiri dari 3 jenis atau tipe, yakni:
1. Swakelola oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran
2. Swakelola oleh Instansi Pemerintah Lain (IPL)
3. Swakelola oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas)

Tipe I Swakelola oleh K/L/D/I sebagai Penanggung Jawab Anggaran

Swakelola Tipe 1 dilaksanakan apabila pekerjaan yang akan diswakelolakan merupakan tugas dan fungsi dari K/L/D/I yang bersangkutan. Misalnya Dinas PU dan Perumahan melaksanakan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan, Dinas Kesehatan menyelenggarakan penyuluhan bagi bidan desa, dsb.

Tipe II Swakelola oleh Instansi Pemerintah Lain (IPL)

Swakelola tipe II ini dipilih apabila ada Instansi Pemerintah Lain (IPL) yang secara keahlian teknis lebih menguasai dari pada SKPD berada. Contoh; Bappeda bekerjasama dengan BPS (Biro Pusat Statistik) untuk pekerjaan penyusunan Daerah Dalam Angka (BPS lebih ahli dalam masalah pengolahan data statistik), Kajian Pengembangan Wilayah Pesisir Pulau Bangka terjalin kerjasama Bappeda dengan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang (Jurusan PWK Undip lebih kompeten tentang kajian pengembangan wilayah), dsb

Tipe III Swakelola oleh Kelompok Masyarakat 

Swakelola tipe III, dipilih apabila dalam pekerjaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat atau untuk kepentingan langsung masyarakat dengan melibatkan masyarakat yang dianggap mampu melaksanakannya, sebagai contoh: Kegiatan perbaikan saluran air (drainase) di desa, pekerjaan pemeliharaan jamban/WC Umum, dan contoh-contoh pekerjaan sederhana lainnya.

Jenis Pekerjaan yang Dapat Dilakukan secara Swakelola?

Ketika Saudara para Kepala SKPD (PA/KPA) mendapati rencana suatu pekerjaan, apabila termasuk ke dalam salah satu kriteria pekerjaan di bawah ini, maka dapat dilakukan dengan cara swakelola, yakni:
  1. Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia , serta sesuai dengan tugas dan fungsi K/L/D/I;
  2. Pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat atau dikelola oleh K/L/D/I ;
  3. Pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa;
  4. Pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar;
  5. Penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
  6. Pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa;
  7. Pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;
  8. Pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan;
  9. Pekerjaan Industri kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri;
  10. Penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau
  11. Pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri.

Perpres 54/2010
Perpres 70/2012
Perpres 4/2015

Wednesday, April 1, 2015

Harga Perkiraan Sendiri (HPS): Pengertian dan Teknik Penyusunannya #1

Definienda: Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Owners Estimate (OE) adalah harga barang dan/atau jasa yang dihitung dan ditetapkan secara keahlian dan berdasarkan data (survei) yang dapat dipertanggung jawabkan.
 
HPS/Owners Estimate (OE)
Nilai total HPS bersifat terbuka dan bukan rahasia kecuali rincian HPS per item kegiatan/pekerjaan. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada Pasal 66 ayat (5) butir a menyebutkan HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Lebih lanjut pada pasal 66 ayat (7) butir b dinyatakan bahwa Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya pengadaan barang/jasa dengan mempertimbangkan informasi yang meliputi informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian penyusunan HPS/OE merupakan salah satu kunci keberhasilan kegiatan pengadaan barang dan/atau jasa yang kredibel.
Apakah semua metode pengadaan barang/jasa memerlukan HPS? HPS tetap diperlukan untuk semua metoda pemilihan, kecuali kontes  dan sayembara.
Manfaat HPS 
  1. Alat untuk menilai kewajaran penawaran harga termasuk rinciannya
  2. Sebagai dasar menghitung nilai jaminan penawaran
  3. Sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah
  4. Sebagai dasar untuk menetapkan besaran Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% nilai total HPS
Siapakah yang memiliki tugas menetapkan HPS?

Pasal 11 ayat (1) huruf a angka 2 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah memiliki tugas pokok dan kewenangan menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa yang meliputi: Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Namun demikian bila PPK tidak memiliki kecakapan atau kompeten, atau tidak memiliki waktu dalam penyusunan HPS maka dapat meminta bantuan/jasa dari konsultan untuk membuatkan/menyusun HPS. HPS yang dibuat oleh konsultan selanjutnya direview yaitu apakah sudah benar susunannya, hasil operasi perhitungannya dan diperbarui (updating) sesuai harga pasarnya.

Pengumpulan Data dalam Penyusunan HPS
Data-data atau informasi yang dapat digunakan untuk menyusun HPS adalah:
  1. Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa di lokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan;
  2. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
  3. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
  4. Daftar biaya/tarif yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
  5. Biaya (yang tercantum) dalam kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
  6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia.
  7. Hasil perbandingan dengan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
  8. Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate);
  9. Norma indeks; dan/atau informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
Informasi atau data dari hasil survei harga pasar setempat harus didokumentasikan dengan baik. Data atau catatan survei dapat berupa:
  • data tertulis berupa surat atau daftar harga dari penyedia
  • catatan pembicaraan telpon
  • SMS (short messages system) lengkap disertai kapan (tanggal dan jam penerimaan) dan darimana SMS tersebut dikirim
  • catatan hasil wawancara lisan
  • brosur dari distributor/agen resmi
  • data katalog dari penjual
  • fotocopy data BPS
  • print out data internet
  • nota/kuitansi pembelian 
  • data kontrak yang telah dilakukan dsb.
Sebagai contoh, jika PPK mencari informasi dengan komunikasi melalui telepon seluler (HP), chating kepada Toko X, Y dan Z, dan informasi yang diperoleh melalui SMS, dapat dicatat tanggal jam menit berapa, nama barang/jasa, sumber informasi (nama usaha dan nama orang pemberi informasi, jabatan pemberi informasi, harga barang/jasa, spesifikasi barang/jasa), harga tersebut sudah termasuk keuntungan atau belum, apakah ada biaya pengiriman/pemasangan, sudah termasuk PPN atau belum, ada potongan harga atau tidak untuk pembelian sejumlah tertentu dimaksud.

Data pasar tersebut tidak harus berupa jawaban tertulis dari obyek survei yang harus distempel. Data-data tersebut dikoleksi atau berupa catatan-catatan (kertas kerja) yang kemudian diwujudkan dalam tabel berupa Harga Perkiraan Sendiri. Jadi HPS dibuat secara profesional, yang dokumen HPS tersebut dilampiri kertas kerja perhitungan dan catatan mengenai informasi harga barang/jasa.
 

Ketentuan Umum dalam Penyusunan HPS
  1. HPS memperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  2. HPS memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead maksimal 15%
  3. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan PPh Penyedia
  4. Nilai total HPS tidak rahasia
  5. Nilai rincian HPS rahasia, kecuali yang sudah ada dalam dokumen anggaran
  6. HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara
  7. HPS ditetapkan paling lama 28 hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pascakualifikasi dan ditambah masa prakualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
Standar Harga yang diterbitkan oleh Kepala Daerah tidak dapat dijadikan dasar untuk menghitung adanya kerugian Negara, demikian pula dengan HPS yang ditetapkan oleh PPK. Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya Pengadaan (pasal 66 ayat (7), sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menghitung kerugian Negara pada saat pemeriksaan dilakukan.

Bahan Bacaan
Perpres Nomor 54 Tahun 2010
Perpres Nomor 70 Tahun 2012


SKP: Sisa Kemampuan Paket dalam Proses Pengadaan Barang/Jasa

Definienda:  Dalam proses pemilihan penyedia barang jasa pemerintah khususnya pemilihan penyedia jasa kontruksi dipersyaratkan Sisa Kemampuan Paket (SKP), persyaratan SKP ini dimunculkan sebagai prasyarat kualifikasi penyedia barang jasa. Dalam persyaratan kualifikasi pengadaan barang jasa pemerintah SKP hanya dipersyaratkan hanya untuk pengadaan barang jasa konstruksi dan jasa lainnya sesuai ketentuan yang diatur Pasal 19 Perpres 54 tahun 2010 sebagaimana telah diubah keempat kalinya dengan Perpres Nomo 4 Tahun 2015.

SKP adalah sisa pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh Penyedia Pekerjaan Konstruksi dalam waktu yang bersamaan (dalam kurun waktu 5 tahun terakhir). Persyaratan SKP hanya berlaku untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya.  Satu penyedia barang jasa tidak boleh mengerjakan paket secara bersamaan melebihi dari kemampuan paket yang sudah ditentukan dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010. Kemampuan paket dibedakan untuk usaha Kecil atau Non Kecil. Untuk usaha kecil kemampuan paketnya dibatasi sampai dengan 5 paket pengadaan barang jasa sedangkan untuk usaha non kecil dibatasi 6 paket atau 1,2 x N. 

Sehingga SKP dapat didefinisikan sebagai jumlah paket yang boleh dimenangkan oleh suatu penyedia barang/jasa setelah dihitung dari Kemampuan Paketnya (KP) dikurangi jumlah pekerjaan yang sedang dikerjakannya.

KP untuk usaha kecil adalah 5 paket, sedangkan untuk usaha non kecil adalah 6 paket atau 1,2 x N, apa maksudnya N? N adalah jumlah paket pengadaan barang jasa yang pernah dikerjakan secara bersamaan dalam 5 tahun terakhir, sehingga kalau suatu penyedia non kecil pada tahun sebelumnya pernah mengerjakan 7 paket pekerjaan secara bersamaan, maka Kemampuan Paket (KP) badan usaha tersebut bukan 6 paket lagi tetapi menjadi 1,2 x 7 yaitu 8 paket pekerjaan.
Rumus Menghitung SKP sesuai Perpres Nomor 54 Tahun 2010
Kemudian dari mana kita bisa mengetahui jumlah pekerjaan yang sedang dilaksanakan? Yaitu dari formulir isian kualifikasi yang di dalamnya ada formulir data pekerjaan yang sedang dilaksanakan oleh penyedia tersebut. Hitung berapa jumlah pekerjaan yang sedang dilaksanakan kemudian kurangkan dengan Kemampuan Paketnya (5 atau 6 atau 1,2 N).

Lalu siapakah yang melakukan penghitungan SKP? Untuk menjawab pertanyaan dimaksud, maka Unit Layanan Pengadaan (ULP) melalui kelompok kerjanya menghitung SKP berdasarkan data/informasi dari isian formulir kualifikasi yang disampaikan oleh calon penyedia. Namun dalam praktiknya tidak mudah, karena kebanyakan para calon penyedia tidak memberikan informasi yang lengkap dalam formulir kualifikasinya. Inilah yang menjadi kelemahan jika proses pengadaan barang/jasa dilakukan secara manual (konvensional) dengan menggunakan media cetak. Solusi terbaik untuk mengatasi kelemahan ini pengembangan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (e-Procurement) sangat diperlukan.



Bahan bacaan:
Perpres Nomor 54 Tahun 2010
Mudjisantosa.net

Artikel Definienda Lainnya dapatdi  d o w n l o a d  melalui laman ini:

Thursday, January 1, 2015

As Built Drawing, Measured Drawings dan Record Drawing

Definienda:

As-built drawings: As-built drawings are prepared by the contractor. They show, in red ink, on-site changes to the original construction documents.


Measured drawings: Measured drawings are prepared in the process of measuring a building for future renovation or as historic documentation. They are created from onsite measurements.



Record drawings: Record drawings are prepared by the architect and reflect on-site changes the contractor noted in the as-built drawings. They are often compiled as a set of on-site changes made for the owner per the ownerarchitect contract.

Tuesday, December 31, 2013

Penunjukan Langsung adalah...

Penunjukan langsung adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) penyedia barang/jasa. Metode pemilihan langsung dimungkinkan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Perpres No. 54 tahun 2010 yang menyatakan bahwa:

  1. ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
  2. Pemilihan Penyediaan Barang/Jasa lainnya dilakukan dengan: (a) Pelelangan yang terdiri atas Pelelangan Umum dan Pelelangan Sederhana; (b) Penunjukan Langsung; (c) Pengadaan Langsung; atau (d) Kontes/Sayembara
  3. Pemilihan Penyedia Pekerja Konstruksi dilakukan dengan: (a) Pelelangan Umum; (b) Pelelangan Terbatas; (c) Pemilihan Langsung; (d) Penunjukan Langsung; (e) Pengadaan Langsung.

Kemudian Perpres No. 70 Tahun 2012 sebagai pengganti Perpres No. 54 tahun 2010 mengubah mengenai ketentuan Pasal 35 ayat (2) diubah dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (3a) sehingga Pasal 35 berbunyi

  1. ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
  2. Pemilihan Penyediaan Barang/Jasa lainnya dilakukan dengan cara: (a) Pelelangan Umum; (b) Pelelangan Terbatas; (c) Pelelangan Sederhana; (d) Penunjukan Langsung; (e) Pengadaan Langsung; atau (f) Kontes.
  3. Pemilihan Penyedia Pekerja Konstruksi dilakukan dengan cara: (a) Pelelangan Umum; (b) Pelelangan Terbatas; (c) Pemilihan Langsung; (d) Penunjukan Langsung; (e) Pengadaan Langsung. 
  4. Ayat 3(a) Pemilihan Penyedia Jasa Lainnya dilakukan dengan: (a) Pelelangan Umum; (b) Pelelangan Sederhana; (c) Penunjukan Langsung; (d) Pengadaan langsung; dan (e) Sayembara

Selain dengan metode Penunjukan Langsung, dimunkinkan juga dengan cara Pengadaan Langsung sebagaimana Perpres 70 Tahun 2012 menyebutkan. Pengadaan Langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa tanpa melalui Pelelangan/ Seleksi/ Penunjukan Langsung.

Pada Pasal 17 Perpres No.70 Tahun 2012 Pasal 2 huruf (g) dan huruf (h) ditentukan tugas pokok dan kewenangan yang berbunyi:

Kewenangan Kelompok Kerja ULP:

  • Menjawab sanggahan;
  • Menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk:
  • Pelelangan atau Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah); atau
  • Seleksi atau penunjukan langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultasi yang bernilai paling tinggi Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah);

Kewenangan Pejabat Pengadaan:

  • Menetapkan Penyediaan Barang/Jasa untuk:
  • Pengadaan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah); dan/atau
  • Pengadaan Langsung untuk Paket Pengadaan Jasa Konsultasi yang bernilai paling tinggi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah);
  • Menyerahkan dokumen asli pemilihan Penyediaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;


Dilihat dari pengertian yang diberikan oleh Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini terhadap Penunjukan Langsung dan Pengadaan Langsung, pengertian yang diberikan ini bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan melaui percepatan pelaksanaan belanja negara. Dalam rangka percepatan pelaksanaan belanja Negara perlu percepatan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Pada prinsipnya pemilihan penyedia barang dan jasa harus dilakukan secara swakelola, penunjukan langsung dan pelelangan. Khususnya dalam hal pelelangan agar tercapai persaingan yang kompetitif dan akhirnya diperoleh penawaran yang efisien, dengan tetap mengacu kepada prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu transparan, adil dan persaingan yang sehat. Hanya dalam keadaan tertentu atau terpaksa dilakukan dengan cara penunjukan langsung atau pemilihan langsung.

Bahan Bacaan:

  • Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah
  • Perpres 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  • Mustafa Kamal Rokan, 2010, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya di Indonesia, PT. RajaGrafindo, Jakarta
  • Johny Ibrahim, 2006, Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia), Bayu Media, Malang
  • Adrian Sutedi, 2012, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta,
  • Suswinarno, 2012, Aman dari Risiko dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Visimedia, Jakarta

Saturday, October 6, 2012

Pengadaan Langsung adalah...

Definienda: Pengadaan Langsung adalah salah satu metode dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah. Dibanding dengan metode lainnya metode Pengadaan Langsung merupakan cara yang paling sederhana dan dapat dilaksanakan oleh pejabat pengadaan tanpa harus melalui proses lelang. Meskipun metode Pengadaan Langsung ini merupakan metode yang paling sederhana, namun dalam pelaksanaannya ternyata masih dijumpai Pejabat Pengadaan yang belum memiliki pemahaman yang lengkap dan benar tentang tata cara Pengadaan Langsung. Akibatnya pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilakukan dengan cara Pengadaan Langsung sering menimbulkan masalah.

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan cara Pengadaan Langsung dilakukan oleh Pejabat Pengadaan dengan cara membeli barang atau membayar jasa secara langsung kepada penyedia barang/jasa, tanpa melalui proses lelang atau seleksi. Pengadaan langsung pada hakikatnya merupakan jual beli biasa dimana antara penyedia yang memiliki barang/jasa untuk dijual dan Pejabat Pengadaan yang membutuhkan barang/jasa terdapat kesepakatan untuk melakukan transaksi jual-beli barang/jasa dengan harga yang tertentu. Dalam transaksi jual beli tersebut ada tiga macam bukti transaksi dalam pengadaan langsung yakni bukti/nota pembelian, kwitansi pembelian dan SPK.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah beberapa kali mengalami perubahan terakhir diubah dengan Perpres 70 tahun 2012 telah menetapkan beberapa persyaratan penyedia barang/jasa pemerintah. Namun dalam hal pengadaan barang dan jasa lainnya dilaksanakan dengan cara pengadaan langsung Pejabat Pengadaan diperkenankan untuk membeli barang/jasa kepada penyedia yang tidak memenuhi syarat sebagai penyedia barang/jasa.

Pengertian Pengadaan Langsung

Pasal 1 ayat 32 menyebutkan Pengadaan Langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/ Seleksi/Penunjukan Langsung. Pasal 39 ayat 1 berbunyi Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) , dengan ketentuan:
  1. Merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I;
  2. Teknologi sederhana;
  3. Risiko kecil; dan/atau
  4. Dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orang-perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil.
Menurut Perka LKPP No. 14 tahun 2012 secara umum dibagi kedalam dua metode yaitu pembelian langsung dan permintaan penawaran. Dari sisi pembelian, pengadaan langsung diatur diantaranya dengan pasal 39 ayat (1) Perpres 54 tahun 2010 sebagaiamana diubah terakhir dengan Perpres nomor 70 tahun 2012 dengan nilai paling tinggi sampai dengan Rp. 200 juta untuk non konsultansi dan pasal 45 Perpres 54 tahun 2010 dengan nilai paling tinggi Rp. 50 juta untuk konsultansi (Saamsul Ramli : 2013).

Selanjutnya Pasal 57 ayat (5) mengurai bahwa Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan metode Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut:
  • pembelian/pembayaran langsungkepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian dan kuitansi, serta Pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan kuitansi;
  • permintaan penawaranyang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Penyedia untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan SPK.

Perlu dipahami juga sebagai bahan pertimbangan Anda juga wajib memperhatikan pasal 66 ayat 1 bahwa PPK menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Barang/ Jasa, kecuali untuk Kontes/Sayembara dan Pengadaan Langsung yang menggunakan bukti pembelian.

Jika dihubungan dengan Pasal 1 ayat (1) jelas bahwa pengadaan barang/jasa adalah sebuah proses untuk mendapatkan barang/jasa, bukan sebuah proses untuk mendapatkan bukti perjanjian. Tanda bukti perjanjian tertuang dalam pasal 55 ayat (1) terdiri dari bukti pembelian, kuitansi, Surat Perintah Kerja (SPK), dan surat perjanjian.Terlebih kalau ditelaah secara seksama bahwa pasal 55 berada dalam hirarki Bagian Ketiga tentang Pemilihan Sistem Pengadaan. Bagian tersebut terdiri dari 7 paragraf yang masing-masing terdiri dari :
  1. Penetapan Metode Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
  2. Penetapan Metode Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi
  3. Penetapan Metode Penyampaian Dokumen
  4. Penetapan Metode Evaluasi Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
  5. Metode Evaluasi Penawaran Jasa Konsultansi
  6. Penetapan Jenis Kontrak
  7. Tanda Bukti Perjanjian
Dengan struktur seperti tersebut jelas bahwa tanda bukti perjanjian bukan merupakan tujuan dari proses pengadaan tetapi merupakan bagian dari sistem pengadaan yang dipilih untuk mendapatkan barang/jasa.

Tahapan Pengadaan Langsung

Berikut adalah tahapan proses pengadaan barang/jasa dengan Pengadaan Langsung:
  1. PA/KPA mengumumkan RUP (Rencana Umum Pengadaan) di website Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi/Papan pengumuman masing-masing  untuk masyarakat, dan Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE (RUP diumumkan setelah disetujui oleh DPR atau setelah APBD yang merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, mengumumkan kembali RUP, apabila terdapat perubahan/penambahan DIPA/DPA).
  2. PA/KPA menyerahkan RUP dan KAK kepada PPK.
  3. PPK menyusun HPS (untuk tanda bukti perjanjian berupa nota pembelian tidak disusun HPS)
  4. Selanjutnya HPS, spesifikasi teknis/barang, gambar dan rancangan SPK disampaikan kepada Pejabat Pengadaan.
  5. Pejabat Pengadaan melakukan proses Pengadaan Langsung sesuai dengan SDP (Standar Dokumen Pengadaan)
  6. Pejabat Pengadaan menyampaikan hasil proses Pengadaan Langsung dan salinan dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PPK serta menyerahkan dokumen asli pemilihan Penyedia Barang/Jasa dan membuat laporan mengenai proses Pengadaan kepada PA/KPA.
  7. PPK mengadakan ikatan perjanjian berupa SPK/Kuitansi dengan Penyedia (format SPK dapat dilihat di SDP).
  8. Setelah penyedia menyelesaikan kewajibannya sehingga pekerjaan telah 100%, maka dilakukan Serah Terima Barang/Serah Terima Pertama Hasil Pekerjaan (PHO)/Serah Terima Jasa Konsultansi/Serah Terima Jasa Lainnya
  9. Setelah masa pemeliharaan selesai dilakukan Serah Terima Akhir Pekerjaan (BA FHO) untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi atau Pengadaan Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan.
Untuk Pengadaan Barang, tinggal menambahkan kelengkapannya sesuai contoh proses pekerjaan konstruksi tanpa menambahkan proses prakualifikasi tetapi pascakualifikasi (menurut Perpres No. 70 tahun 2012 pasal 56 ayat 4a : “Prakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, dikecualikan untuk Pengadaan Langsung Barang/Jasa Lainnya”, tidak dijelaskan bahwa harus pascakualifikasi, tetapi berdasarkan perka LKPP No. 15 tahun 2012 tentang SDP Perpres 70 tahun 2012, dipaparkan bahwa menggunakan pascakualifikasi, maka dibuatkan pascakualifikasinya).

Pengadaan Langsung Dengan Nilai Sampai Dengan Rp. 10.000.000,00

Pengadaan langsung barang yang nilainya sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dapat dilakukan dengan cara pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia/ pedagang. (Pasal 57 ayat (5) huruf a Perpres 70/2012). Tanda bukti transaksi / perjanjian menggunakan bukti pembelian. (Pasal 55 ayat (2) Perpres 70/2012).

Perlu diketahui juga bahwa pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar. (Pasal 39 ayat (2) Perpres 70/2012), PPK tidak perlu menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk pengadaan langsung barang yang nilainya sampai dengan Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) yang menggunakan bukti pembelian (Pasal 66 ayat (1) Perpres 70/2012.

Pengadaan Langsung Dengan Nilai Sampai Dengan Rp. 50.000.000,00

Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan. (pasal 16 ayat (3) Perpres 70/2013). Pengadaan langsung dilakukan dengan metode prakualifikasi, tetapi metode prakualifikasi tidak berlaku untuk pengadaan langsung barang. (Pasal 56 ayat (4a) Perpres 70/2012). Pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar, bukan berdasarkan harga ketetapan gubernur/bupati. (Pasal 39 ayat (2) Perpres 70/2012). Untuk pengadaan langsung barang yang nilainya sampai dengan Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dapat dilakukan dengan cara pembelian / pembayaran langsung kepada Penyedia / pedagang. (Pasal 57 ayat (5) huruf a Perpres 70/2012). Tanda bukti transaksi / perjanjian menggunakan bukti pembelian. (Pasal 55 ayat (2) Perpres 70/2012).

Perlu diketahui bahwa pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar. (Pasal 39 ayat (2) Perpres 70/2012), PPK tidak perlu menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk pengadaan langsung barang yang nilainya sampai dengan Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) yang menggunakan bukti pembelian (Pasal 66 ayat (1) Perpres 70/2012

Untuk pengadaan langsung barang yang nilainya sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dapat dilakukan dengan cara pembelian / pembayaran langsung kepada Penyedia / pedagang. (Pasal 57 ayat (5) huruf a Perpres 70/2012). Tanda bukti transaksi / perjanjian menggunakan kuitansi. (Pasal 55 ayat (3) Perpres 70/2012). Pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar. (Pasal 39 ayat (2) Perpres 70/2012).

Untuk pengadaan langsung barang yang menggunakan bukti pembelian dan kuitansi (yang nilainya sampai dengan Rp. 50.000.000,-), pejabat pengadaan dapat memerintahkan seseorang untuk melakukan proses pengadaan langsung untuk barang yang harganya sudah pasti dan tidak bisa dinegosiasi sekurang-kurangnya meliputi:
  1. Memesan barang sesuai dengan kebutuhan atau mendatangi langsung ke penyedia barang;
  2. Melakukan transaksi
  3. Menerima barang;
  4. Melakukan pembayaran;
  5. Menerima bukti pembelian atau kuitansi;
  6. Melaporkan kepada Pejabat Pengadaan (BAB II Bagian B Angka 12 Huruf c  Perka LKPP 14/2012)
Namun, jika harganya belum pasti, proses pengadaan langsung harus dilakukan sendiri oleh pejabat pengadaan (Pasal 16 ayat (3) Perpres 70/2012)

Untuk pengadaan langsung barang yang nilainya sampai dengan Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dapat dilakukan dengan cara permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Penyedia barang/pedagang. (Pasal 57 ayat (5) huruf b Perpres 70/2012). Tanda bukti transaksi/perjanjian menggunakan SPK. (Pasal 55 ayat (4) Perpres 70/2012). Penyedia Barang yang mengikuti Pengadaan Barang melalui Pengadaan Langsung diundang oleh ULP/Pejabat

Pengadaan Langsung Dengan Nilai Sampai Dengan Rp. 200.000.000,00

PPK menyusun spesifikasi teknis dan gambar sesuai dengan hasil pengkajian ulang spesifikasi teknis dan gambar brosur, termasuk perubahan yang telah disetujui oleh PA/KPA. (BAB II Bagian A Angka 3 Huruf a Perka LKPP 14/2012). PPK menetapkan Hargaa Perkiraan Sendiri (HPS) paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran; (Pasal 66 Perpres 70/2012 & BAB II Bagian A Angka 3 Huruf a Perka LKPP 14/2012)

  • HPS dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • HPS ditetapkan berdasarkan harga barang yang dikeluarkan oleh pabrikan / distributor tunggal atau informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • HPS telah memperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), keuntungan dan biaya overhead (OH). Keuntungan dan biaya overhead  yang dianggap wajar bagi Penyedia maksimal 15% (lima belas perseratus) dari total biaya tidak termasuk PPN;
  • HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan (PPh) Penyedia.
  • Berdasarkan ketentuan diatas, untuk pengadaan barang, tata cara perhitungan HPS dapat dirumuskan sbb:
  • Harga Perhitungan Sendiri (HPS) = Harga pada tingkat distributor + 15% Keuntungan dan OH (Overhead) + 10% PPN
Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait pekerjaan yang akan dilaksanakan dan harga, antara lain melalui media elektronik dan/atau non-elektronik; (BAB II Bagian B Angka 12 Huruf c Perka LKPP 14/2012). Pejabat Pengadaan membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda; (BAB II Bagian B Angka 12 Huruf c Perka LKPP 14/2012). Pejabat Pengadaan mengundang calon Penyedia yang diyakini mampu untuk menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan harga; (BAB II Bagian B Angka 12 Huruf c Perka LKPP 14/2012)
  1. Calon penyedia yang diundang adalah penyedia yang telah disurvei (baik melalui media elektronik dan/atau non-elektronik) yang harga penjualannya paling rendah berdasarkan spesifikasi teknis yang telah ditentukan, dan diyakini mampu.
  2. Penyedia yang diyakini mampu adalah penyedia yang memenuhi syarat berdasarkan Pasal 19 Perpres 70/2012.
Undangan dilampiri spesifikasi teknis dan/atau gambar serta dokumen-dokumen lain yang menggambarkan jenis pekerjaan yang dibutuhkan; (BAB II Bagian B Angka 12 Huruf c Perka LKPP 14/2012). Penyedia yang diundang menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan harga secara langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam undangan; (BAB II Bagian B Angka 12 Huruf c Perka LKPP 14/2012)

Kemudian Pejabat Pengadaan membuka penawaran dan mengevaluasi administrasi dan teknis dengan sistem gugur, melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga untuk mendapatkan Penyedia dengan harga yang wajar serta dapat dipertanggungjawabkan; (BAB II Bagian B Angka 12 Huruf c Perka LKPP 14/2012)

Jika harga penawarannya terlalu tinggi, dilakukan negosiasi harga. Negosiasi harga dilakukan berdasarkan HPS; (BAB II Bagian B Angka 12 Huruf c Perka LKPP 14/2012). Fungsi HPS bukan sebagai dasar pembelian, tapi sebagai batas tertinggi yang boleh dibeli oleh pemerintah jika harga yang berlaku dipasar terlampau tinggi.

Dalam hal negosiasi harga tidak menghasilkan kesepakatan, Pengadaan Langsung dinyatakan gagal dan dilakukan Pengadaan Langsung ulang dengan mengundang Penyedia lain; (BAB II Bagian B Angka 12 Huruf c Perka LKPP 14/2012). Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung. (BAB II Bagian B Angka 12 Huruf c Perka LKPP 14/2012).

Bahan bacaan:

Perpres 54 Tahun 2010
Perpres 70 Tahun 2012