Showing posts with label Humaniora. Show all posts
Showing posts with label Humaniora. Show all posts

Tuesday, December 10, 2019

ASN (Aparatur Sipil Negara)

Definienda: Lama tak mengelola blog, terutama defiienda. Kali ini saya mencorat-coret sebuah posting tentang birokrasi di Indonesia.  Birokrasi di Indonesia, yang menjalankan atau penggeraknya adalah mayoritas ASN atau Aparatur Sipil Negara. Konsep ASN muncul setelah diundangkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Menurut regulasi yang disahkan 15 Januari 2014 ini (Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 6, TLN Nomor 5494), yang dimaksud ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Sedangkan yang dimaksud Pegawai ASN adalah adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

ASN Pemkab Bangka mengikuti apel

Pegawai ASN sendiri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, yaitu adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan, dan PPPK yaitu warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.

Jadi, di Indonesia untuk aparatur sipil terdapat Pegawai ASN yang terdiri dari PNS dan PPPK sebagai penggerak birokrasi dan tugas-tugas fungsional lainnya.


Sungailiat, 09122019

Friday, November 6, 2015

Definisi Tunalaras

Definienda: Menurut T.Sutjihati Somantri, (2007 : 139) Anak tunalaras sering juga disebut anak tunasosial karena tingkah laku anak ini menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain.

Individu penyandang tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

Public Law 94-242 (Undang-undang tentang PLB di Amerika Serikat) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi, yaitu gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukkan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar:
  • Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikatkan dengan factor kecerdasan, penginderaan atau kesehatan
  • Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru
  • Bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal
  • Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus-menerus
  • Cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah.

Kauffman (1977) dalam Firda, 2012, mengemukakan bahwa penyandang tunalaras adalah anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara social tidak dapat diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang secara social dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan.

Sechmid dan Mercer (1981) dalam Firda, 2012 mengemukakan bahwa anak tunalaras adalah anak yang secara kondisi dan terus menerus menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses belajar meskipun telah menerima layanan belajar serta bimbingan, seperti anak lain. Ketidakmampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain dan gangguan belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik saraf / intelegensia.

Nelson (1981) dalam Firda, 2012 mengemukakan bahwa tingkah laku seorang murid dikatakan menyimpang jika:
  • Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal menurut usia dan jenis kelaminnya.
  • Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi
  • Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
Beberapa komponen yang penting diperhatkan adalah adanya penyimpangan tingkah laku yang terus-menerus menurut norma yang berlaku sehingga menimbulkan ketidakmampuan belajar dan penyesuaian diri penyimpangan itu tetap ada walaupun telah menerima layanan serta bimbingan.

Dalam bukunya, Sutjihati Soemantri menulis bahwa klasifikasi anak tunalaras secara garis besar terdiri dari dua kategori, yaitu:
  1. Anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan
  2. Anak yang mengalami gangguan emosi
Tiap jenis anak tersebut dapat dibagi lagi sesuai dengan besar dan ringannya kelainan yang dialaminya.


Bahan Bacaan:
T, Sutjiati Somantri. 2006. Psikologi Anak LuarBiasa. Bandung: Reflika Aditama
Firda, blog warna-warni dunia PhieRda, diakses tanggal 5/11/2015

Artikel Definienda Lainnya dapat dibuka melalui laman ini:

Definisi Tunadaksa

Definienda: Menyambung obrolan kami tentang anak-anak berkebutuhan khusus pada acara rapat penyusunan Rancangan Peraturan Daerah bidang Pendidikan pagi tadi, dan setelah menyajikan informasi dan pengetahuan tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Menurut Sutjihati Somantri, bahwa tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. 

Sedangkan menurut Mohammad Efendi, bahwa tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna. Aqila Smart mempertegas lagi bahwa tunadaksa merupakan sebutan yang paling sopan bagi orang-orang yang memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh lainnya.

Klasifikasi Tunadaksa

Secara umum, karakteristik kelainan anaak yang dikategorikan sebagai penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi:

I. Tunadaksa Ortopedi (orthopedically handicapped)

Penyandang tunadaksa ortopedi merupakan anak tunadaksa yang mengalami kelainan, kecacatan, ketunaan tertentu pada bagian tulang, otot tubuh, ataupun daerah persendian baik yang dibawa sejak lahir (congenital) maupun yang diperoleh kemudian (karena penyakit atau kecelakaan) sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh secara normal. Menurut ilmu kedokteran, untuk menetapkan siapa-siapa yang cacat (tunadaksa) dan perlu diberikan pertolongan rehabilitasi jika mempunyai kelainan pada tubuh yang sifatnya menetap dan tidak akan berubah dalam waktu 6 bulan.

Penggolongan penyandanf tunadaksa dalam kelompok kelainan sistem otot dan rangka adalah sebagai berikut :

a. Poliomyelitis

Poliomyelitis merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan bersifat menetap.
Dilihat dari sel-sel motorik yang rusak, kelumpuhan anak polio dibedakan menjadi :
  • Tipe spinal  yaitu kelumpuhan pada otot leher, sekat dada, tangan dan kaki
  • Tipe bulbair yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi dengan ditandai adanya gangguan pernafasan
  • Tipe bulbispinalis yaitu gabungan antara tipe spinal dan bulbair
  • Encephalitis yang biasa disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.

Kelumpuhan pada polio bersifat layu dan biasanya tidak menyebabkan gangguan kecerdasan atau alat indra. Akibat yang disebabkan oleh penyakit ini adalah otot menjadi kecil (atropi) karena kerusakan sel saraf,adanya kekakuan sendi, pemendekan anggota gerak,tulang belakang melengkung kesalah satu sisi seperti huruf S (Scoliosis), kelainan telapak kaki yang membengkok keluar atau kedalam,dislokasi (sendi yang ke luar dari dudukannya), lutut melenting ke belakang (genu recorvatum).

b. Muscle dystrophy

Merupakan jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan yang bersifat progresif dan simetris. Penyakit ini diduga ada hubungannya dengan keturunan (genetis).

c. Spinal bifida

Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali selama proses perkembangan. Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, hydrocephalus, yaitu pembesaran pada kepala karena produksi cairan yang berlebihan. Biasanya kasus ini disertai dengan ketunagrahitaan.

II. Tunadaksa Saraf (neurologically handicapped)
Tunadaksa saraf yaitu jenis tunadaksa yang mengalami kelainan akibat gangguan pada susunan saraf di otak. Otak sebagai pengontrol tubuh memiliki sejumlah saraf yang menjadi pengendali mekanisme tubuh sehingga jika otak mengalami kelainan, sesuatu akan terjadi pada organisme fisik, emosi, dan mental. Luka pda bagian tertentu, efeknya penderita akan mengalami gangguan dalam perkembangan, mungkin akan berakibat ketidakmampuan dalam melaksanakan berbagai bentuk kegiatan.

Dalam banyak kasus, luka atau gangguan yang terjadi pada otak atau bagian-bagiannya baik yang didapat sebelum, selama, maupun sesudah kelahiran dapat menyebabkan gangguan pada mental, kekacauan bahasa (aphasia), ketidakmampuan membaca (disleksia), ketidakmampuan menulis (agrafia), ketidakmampuan memahami kata-kata (word deafness), ketidakmampuan berbicara (speech defect), ketidakmampuan berhitung (akalkuli), dan berbagai bentuk gangguan gerak lainnya.

Salah satu bentuk kelainan yang terjadi pada fungsi otak dapat dilihat pada anak cerebral palsy. Cerebral palsy berasal dari kata cerebral yang artinya otak, dan palsy yang mempunyai arti ketidakmampuan atau gangguan motorik (Kirk dalam Efendi, 2006). The United Cerebral palsy Association dalam Efendi (2006:118) mendefinisikan cerebral palsy menyangkut gambaran klinis yang diakibatkan oleh luka pada otak, terutama pada komponen yang menjadi penghalang dalam gerak sehingga keadaan anak yang dikategorikan cerebral palsy dapat digambarkan sebagai kondisi semenjak anak-anak dengan kondisi nyata seperti lumpuh, lemah, tidak adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi gerak yang disebabkan oleh patologi pusat kontrol gerak di otak.

Cerebral palsy ditandai oleh adanya kelainan gerak, sikap atau bentuk tubuh, gangguan koordinasi, kadang-kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecatatan pada masa perkembangan otak. Dalam Wardani (2008: 7.4) cerebral palsy menurut derajat kecacatannya diklasifikasikan menjadi :
  1. Cerebal Palsy Ringan; dengan karakteristik dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas, dan dapat menolong diri sendiri.
  2. Cerebal Palsy Ringan Sedang dengan ciri-ciri membutuhkan bantuan untuk latihan bicara, berjalan, dan mengurus diri.
  3. Cerebal Palsy Ringan Berat dengan karakteristik membutuhkan perawatan tetap dalam ambulansi, bicara, dan menolong diri.

Menurut Hallahan & Kaufman dalam Efendi (2006:119) dilihat dari yang tampak pada aktivitas motorik, anak cerebral palsy dapat dikelompokkan menjadi:

a. Spasticity
Ciri-cirinya terdapat kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya hal ini disebabkan oleh kondisi anak yang mengalami spasticity terjadi karena lapisan luar otak (khususnya lapisan motor) bidang piramida dan beberapa kemungkinan bidang ekstra piramida yang berhubungan dengan pengontrolan gerakan sadar tidak berfungsi sempurna. Daerah tertentu pada otak dapat menimbulkan gerakan tertentu, kontraksi, atau rangsangan. Faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi tersebut disebut supresor. Apabila ada salah satu supresor ini masuk, maka akan terjadi suatu desakan, akibatnya otot akan berada dalam kondisi tegang dan kejang.

Ketika kondisi otot kejang keseimbangan akan hilang, gerakan yang muncul menjadi tidak harmonis, tidak terkontrol, dan kontraksi otot tidak teratur sehingga gerakan yang tampak seperti suatu hentakan. Beberapa kelompok otot yang dapat dipengaruhi oleh kelumpuhan jenis ini antara lain:
  1. Monoplegia, jika salah satu anggota badan mengalami kekejangan.
  2. Hemiplegia, jika salah satu dari anggota tubuh seperti kaki dan tangan mengalami kekejangan.
  3. Triplegia, bila tiga di antara anggota tubuh, seperti dua kaki dan satu tangan mengalami kekejangan
  4. Paraplegia, bila kekejangan itu terjadi pada kedua kaki.
  5. Quadriplegia, jika kekejangan yang muncul pada keempat anggota tubuh, sebagian kadang-kadang di kepala dan anggota tubuh lainnya.


b. Athetosis
Penyebab athetosis yaitu luka pada sistem ekstra piramida yang terletak pada otak depan maupun tengah. Ekstra piramida menjembatani antara kegiatan otot dan kontrol gerak secara otomatis seperti berjalan dan ekspresi wajah.

Penyandangtunadaksa yang menderita athetosis tampak susah payah untuk berjalan, menggeliat-geliat, dan terhuyung-huyung. Gerakannya tidak berirama dan tidak mengikuti urutan yang wajar sehingga perilakunya sering tidak terkontrol. Meskipun penderita athetosis mampu meletakkan tangan pada mulutnya, namun ketika melakukan gerakan ini tampak berbagai bentuk gerakan yang tidak terkontrol dan ekstrem.

Dalam kondisi tidur, penderita athetosis menggerakkan badannya seperti menggeliat tidak tampak, namun gerakan ini akan muncul pada saat penderita dalam keadaan sadar. Gerakan abnormal penderita athetosis kian menghebat apabila disertai emosi yang tinggi pada dirinya. Karakteristik dari penderita ini mengalami problem pada sejumlah besar tangan, bibir, lidah, serta sejumlah kecil kaki.

c. Ataxia
Kondisi ataxia disebabkan oleh luka pada otak kecil yang terletak di bagian belakang kepala (cerebellum) yang bekerja sebagai pengontrol keseimbangan dan koordinasi pada kerja otot. Anak yang menderita ataxia gerakannya tidak teratur, berjalan dengan langkah yang tinggi dan dengan mudah menjatuhkannya. Terkadang matanya tidak terkoordinasi, gerakannya seperti tersentak-sentak (nygtamus). Penderita ataxia tidak terdeteksi ketika dilahirkan, namun ketika masa meraban dan berjalan kondisi ini tampak jelas. Ataxia ada beberapa tingkatan mulai dari yang ringan sampai yang sangat berat tergantung perluasan luka pada cerebellum.

d. Tremor dan Regidity
Ciri-cirinya penderita memperlihatkan gerak yang tidak terkontrol, kekakuan pada seluruh tubuh sehingga sulit dibengkokkan, getaran terus menerus pada mata, tangan, atau kepala. Tremor dan regidity mirip dengan athetosis yaitu disebabkan oleh luka pada sistem ekstra piramida.

Tremor pada penderita cerebral palsy dapat diketahui manakala terjadi perubahan fibrasi tubuh secara alami tidak beraturan. Hal ini terjadi akibat gangguan keseimbangan antara kelompok otot yang bekerja berlawanan. Regidity merupakan interferensi terhadap postural tone yang disebabkan oleh resistensi otot-otot agonis dan antagonis. Tremor dan regidity gerakannya terbatas dan menurut irama tertentu serta agak lambat.

Bahan Bacaan:
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung : Refika Aditama, 2006
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak

Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta : Kata Hati, 2010
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, 
Jakarta : Bumi Aksara,2008
Firda, Tunadaksa dan Layanan Pendidikannya, 2012, tersedia dalam warna-warni dunia PhieRda

Artikel Definienda Lainnya dapat dibuka melalui laman ini:

Definisi Tunagrahita

Definienda: Di sela-sela penyusunan rancangan peraturan daerah di bidang pendidikan, salah satu peserta rapat menanyakan kepada saya apa yang dimaksud dengan anak dengan tuna grahita. Anak atau siswa dengan keadaan tuna grahita termasuk ke dalam kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Berikut penjelasan saya tentang anak atau siswa dengan keadaan Tuna Grahita.
Atlet Tunagrahita tatkala berpose bersama Presiden SBY dan Ibu Negara
 (antaranews.com)

Ada masyarakat awam yang menyebut anak tunagrahita itu sebagai orang gila, Antara anak tunagrahita dengan anak sakit ingatan dan sakit mental jelas berbeda. Dalam bahasa Inggris sakit mental disebut mental illness, yaitu kegagalan dalam membina kepribadian dan tingkah laku. 

Dalam bahasa Inggris tunagrahita disebut mentally retarded atau mental retardation, yaitu ketidak mampuan dalam memecahkan persoalan karena inteligensinya kurang berkembang.

Untuk lebih memahami apa yang disebut anak tunagrahita, akan dikemukakan definisi yang sering dijadikan acuan dalam berbagai tulisan mengenai anak tunagrahita, Definisi tersebut dari American Association on Mentally Deficiency (AAMD) yang dikutif Grossman sebagai berikut Mental retardation refers to significantly sub average general intellectuall functioning existing concurrently with deficits adaptive behavior and manifested during the development period (Hallahan and Kauffman, 1982 : 40)

Di Amerika Serikat istilah yang umum digunakan sekarang ialah mental retardation. Di Inggris menggunakan istilah mentally retarded. Sedangkan di New Zeland istilah resminya intellectually handicapped. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menggunakan istilah mentally retarded atau intellectually disabled. Di Indonesia dulu untuk menyebut anak tunagrahita itu lemah ingatan, lemah otak, lemah fikiran, cacat mental, dan terbelakang mental. Istilah-istilah  tersebut sudah ditinggalkan karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan. 

Sekarang Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan peraturan, bahwa istilah yang resminya adalah tunagrahita. Tuna grahita adalah keterbelakangan mental, termasuk disini yang keterbelakangan mental ringan dan keterbelakangan mental sedang (Penjelasan Pasal 3 ayat (3) PP 72 Tahun 1991). Perlu diketahui bahwa istilah-istilah yang dikemukakan di atas mengandung makna yang sama, yaitu semuanya menunjuk kepada anak yang mempunyai fungsi intelektual umum di bawah rata-rata.

Klasifikasi Tunagrahita

Pengelompokan yang sudah lama dikenal ialah debil untuk yang ringan, imbesil untuk anak yang sedang, dan idiot untuk anak yang berat. Untuk ketiga kelompok anak tunagrahita tersebut ada juga yang menyebutnya sebagai berikut : mampu didik dengan IQ berkisar antara 50 - 70, mampu latih antara 30 - 50, dan perlu rawat dengan IQ kurang dari 30. Seiring dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 72 tahun 1991, Pengelompokan anak tunagrahita pun dirubah menjadi anak tunagrahita ringan, tunagrahita sedang (lihat pasal 3). Sementara itu para ahli Indonesia mengklasifikasikan penderita tunagrahita menjadi 3, yakni:
a. Tunagrahita ringan IQ 50-70
b. Tunagrahita sedang IQ 55 - 40
c. Tunagrahita berat IQ <30

Anak tunagrahita Ringan merupakan salah satu dari anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam mentalnya, anak tunagrahita ringan memiliki tingkat kecerdasan antara 50-75. Anak tunagrahita ringan memiliki kemampuan sosialisasi dan motorik yang baik, dan dalam kemampuan akademis masih dapat menguasai sebatas pada bidang tertentu. Mulyono Abdurrahman (1994: 26-27) mengungkapkan bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita dengan tingkat IQ 50 – 75, sekalipun dengan tingkat mental yang subnormal demikian dipandang masih mempunyai potensi untuk menguasai mata pelajaran ditingkat sekolah dasar.

Karakteristik anak tunagrahita ringan menurut Astati (1996: 26) adalah sebagai berikut:
  • Karakteristik fisik; Penyandang tunagrahita ringan usia dewasa, memilikin keadaan tubuh yang baik. Namun jika tidak mendapat latihan yang baik, kemungkinan akan mengakibatkan postur fisik kurang dinamis dan kurang berwibawa. Oleh karena itu, anak tunagrahita ringan membutuhkan latihan keseimbangan bagaimana membiasakan diri untuk menumbuhkan sikap tubuh yang baik, memiliki gambaran tubuh dan lain-lain.
  • Karakteristik bicara atau berkomunikasi; Kemampuan berbicara menunjukkan kelancaran, hanya saja dalam perbendaharaan kata terbatas jika dibandingkan dengan anak normal biasa. Anak tunagrahita ringan juga mengalami kesulitan dalam menarik kesimpulan mengenai pembicaraan.
  • Karakteristik kecerdasan; Kecerdasan paling tinggi anak tunagrahita ringan sama dengan anak normal usia 12 tahun, walaupun telah mencapai usia dewasa. Anak tunagrahita ringan mampu berkomunikasi secara tertulis walaupun sifatnya sederhana.
  • Karakteristik pekerjaan; Kemampuan dibidang pekerjaan, anak tunagrahita ringan dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Pekerjaan pekerjaan tertentu dapat dijadikan bekal hidupnya, dapat berproduksi lebih baik dari pada kelompok tunagrahita lainnya sehingga dapat mempunyai penghasilan.


Bahan Bacaan:
Maman Abdurahman, Saepul R tersedia pada file.upi.edu akses 5/11/2015
Noname, tersedia pada eprints.uny.ac.id akses 5/11/2015
PP 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa
www.ditplb.or.id
dan berbagai sumber


Monday, October 26, 2015

Definisi Anak Berkebutuhan Khusus

Definienda:  Menurut Zainal Alimin, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam paradigma pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda-beda, dan oleh kaarena itu setiap anak dimungkinkan akan memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda beda pula, sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuiakan sejalan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuiakan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.

Anak Kesulitan Belajar adalah Contoh Anak Berkebutuhan Khusus (Adhd-Centre.Com)
Lebih jauh Alimin mengungkapkan bahwa cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporary) dan anak berkebutuhan khusus yang besifat menetap (permanent).

Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementara
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporary) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya seorang anak perempuan yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperekosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementra tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanent. Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah khusus (contoh SLB). Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang bersifat temporer, dan oleh karena itu mereka memerlukan pendidikan yang disesuiakan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus.

Anak Berkebutuhan Khusus Permanen
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik), gannguan iteraksi-komunikasi, gannguan emosi, sosial dan tingkah laku. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya dengan anak penyandang kecacatan (disabilitas/disabled).

Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak penyandang cacat (disabled), tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang luas yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanen (penyandang cacat). Oleh karena itu apabila menyebut anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk anak penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah lingkup garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup garapan pendidikan khusus yang hanya menyangkut anak penyandang cacat (penderita disabilitas/disabled)


Bacaan:
Zainal Alimin

Definisi Actio Pauliana

Definienda: Actio Pauliana adalah suatu upaya hukum untuk menuntut pembatalan perbuatan-perbuatan hukum debitor yang merugikan kreditornya, misalnya hibah yang sengaja dilakukan debitor sebelum dirinya dinyatakan pailit yang mengurangi/membuat mustahil pemenuhan pembayaran utang-utangnya.


Yang perlu diketahui bahwa Actio Paulina dilakukan oleh kurator dan kreditor misalnya dilakukan pada kasus pinjam meminjam yang dilakukan oleh debitor serta pembayaran utang yang belum atau tidak dapat ditagih.

Secara khusus Actio Pauliana  diatur dalam Pasal 41 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK). Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan

Pasal 16 ayat (1) UU No 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
Oleh karena itu, kewenangan kurator untuk melakukan Actio Pauliana dimulai sejak putusan pailit diucapkan oleh Pengadilan Niaga, tidak perlu menunggu sampai putusan pailit tersebut berkekuatan hukum tetap. 

Actio Pauliana dapat dibatalkan, jika memenuhi persyaratan:
  1. Dilakukan Actio Pauliana tersebut untuk kepentingan harta pailit ;
  2. Debitor telah melakukan suatu perbuatan hukum;
  3. Debitur tersebut telah dinayatakan pailit, jadi tidak cukup misalnya jika terhadap debitur tersebut hanya diberlakukan penundaan kewajiban pembayaran hutang (PKPU) ;
  4. Perbuatan hukum dimaksud telah merugikan kepentingan Kreditor;
  5. Perbuatan hukum tersebut dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan;
  6. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik, dapat dibuktikan bahwa pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut Debitor mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan merugikan Kreditor;
  7. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik, dapat dibuktikan bahwa pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut dilakukan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor;
  8. Perbuatan hukum tersebut bukan merupakan Perbuatan hukum yang wajib dilakukan, yaitu tidak diwajibkan oleh perjanjian atau undang-undang, seperti membayar pajak misalnya.


bahan bacaan:
UU No. 37 Tahun 2004